Liputan6.com, Surabaya - Warga Probolinggo beberapa hari lalu digemparkan temuan puluhan ekor Paus Pilot yang terdampar di pesisir pantai Desa Randupitu, Kecamatan Gending, Kabupaten Probolinggo Jawa Timur.
Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Satker Surabaya mencatat 32 ekor paus yang terdampar di lokasi tersebut. Sebanyak 21 ekor paus berhasil dihalau dan digiring kembali ke tengah laut dan 11 lainnya ditemukan mati.
Banyak masyarakat yang berdatangan untuk melihat dan mengabadikan momen langka itu. Padahal, terselip bahaya bagi masyarakat karena bangkai paus itu bisa menyebarkan virus yang menyerang manusia.
Ketua tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, M Yunus menuturkan selain membantu proses evakuasi, tim peneliti juga menetralisir lokasi tersebut dan meminimalisasi adanya virus dari bangkai paus tersebut.
Baca Juga
"Banyak dari masyarakat yang tidak tahu bahwa bangkai paus bisa menyebarkan virus atau bakteri yang bisa menyerang manusia. Makanya, kita harus mengantisipasinya dan menjaga kesehatan masyarakat," tutur Yunus kepada Liputan6.com melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (18/6/2016).
Yunus mengatakan jika masyarakat ingin melihat peristiwa bangkai ikan paus mati, minimal warga berada di 100 meter dari lokasi kejadian, bukan malah mendekatinya. Meski sampai saat ini belum ada laporan warga terjangkit virus, ia memastikan kemungkinan terjadi ada.
"Makanya, kami sudah membuat tim untuk mensosialisasikan dan mengedukasi masyarakat lokal mengenai dampak dari penyebaran virus bangkai paus dan bagaimana cara menanganinya," kata Yunus.
Sudah Diprediksi
Yunus mengungkapkan fenomena terdamparnya mamalia besar di wilayah pesisir Jawa Timur sudah diprediksi sejak seminggu lalu. Itu berdasarkan laporan beberapa nelayan tentang adanya migrasi koloni mamalia laut yang berputar-putar di perairan Probolinggo-Situbondo.
"Kami sudah menduga ketika mengadakan pelatihan dan pendidikan terhadap beberapa ahli untuk penanganan mamalia laut yang terdampar, seperti dugong, paus, dan lumba-lumba di Situbondo," ucap Yunus.
Yunus berpendapat fenomena itu terjadi karena adanya rob atau gelombang pasang yang tidak beraturan. Hal itu menyebabkan alur migrasi koloni paus pilot berputar-putar sehingga membingungkan.
"Migrasi mamalia ini beraturan, mereka bergerak atas orientasi sensor antara otak dan saluran pernapasan," kata dia.
Yunus juga mengatakan timnya kini meneliti penyebab matinya paus jenis pilot tersebut. "Kami mengambil sampel tiga paus pilot yang sudah mati, dan saat ini sudah kami simpan di laboratorium. Dan kami butuh waktu satu sampai dua minggu lagi untuk mengetahui hasil autopsinya," ujar Yunus.
Advertisement