Cerita Ikan Lubuk Larangan Pemupuk Kebersamaan

Ada sekitar 40an titik lubuk larangan di Sarolangun, Jambi.

oleh Bangun Santoso diperbarui 17 Nov 2016, 19:40 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2016, 19:40 WIB

Liputan6.com, Jambi - Selasa, 15 November 2016, menjadi hari paling ditunggu warga di beberapa kecamatan di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Hari itu warga boleh menjala ikan di lubuk larangan.

Ratusan warga berbondong-bondong mengerumuni sejumlah anak sungai yang menjadi lokasi lubuk larangan. Mulai dari Kecamatan Batang Asai, Limun dan Bathin VIII terdapat beberapa titik lubuk larangan.

Husnil, salah seorang tokoh pemuda di Kabupaten Sarolangun menjelaskan, lubuk larangan merupakan tradisi kearifan lokal di sebagian wilayah di Provinsi Jambi, tidak hanya di Kabupaten Sarolangun.

"Lokasi lubuk larangan biasanya berada di wilayah adat masyarakat desa," kata Husnil saat dihubungi Liputan6.com di Jambi, Rabu, 16 November 2016.

Menurut Husnil, lubuk larangan dibentuk atas kesepakatan warga. Di setiap lubuk akan ditebar benih ikan yang hanya bisa dipanen setahun sekali. Lokasinya mengular di sejumlah anak sungai.

Saat pembukaan atau panen, siapa pun warga, apa pun suku agamanya akan mendapatkan jatah ikan yang adil. Mengambil ikan di lubuk larangan sebelum masa panen dianggap pelanggaran adat. Bagi yang kedapatan berarti dianggap mencuri dan akan dikenakan denda adat.

"Dendanya sesuai kesepakatan bersama, bisa uang Rp 500 ribu, satu ekor kambing atau kain," ucap Husnil.

Di Kabupaten Sarolangun, kata Husnil, pembentukan lubuk larangan sangat didukung oleh pemerintah setempat sebagai wadah memupuk kebersamaan dan gotong royong warga. Lubuk larangan juga berpotensi sebagai objek wisata serta mendorong upaya pelestarian ekosistem ikan dan sungai.

Ikan Semah

Salah satunya dengan adanya bantuan benih ikan untuk disebar di lubuk larangan. Bibit ikan yang disebar adalah ikan-ikan jenis unggulan yang ada di Provinsi Jambi, salah satunya adalah ikan semah.

Jumlah lubuk larangan di Kabupaten Sarolangun, menurut Husnil, mencapai 40an titik. Hampir di setiap kecamatan terdapat beberapa lubuk larangan.

Sementara itu, Bupati Kerinci Adirozal belum lama ini mengungkapkan, bagi masyarakat Kerinci dan Jambi pada umumnya, ikan semah kini menjadi komoditi langka.

Tak ayal harganya cukup mahal melebihi ikan jenis lainnya. "Bahkan sisiknya bisa dimakan," kata dia.

Menurut Adirozal, ikan semah sangat langka karena habitatnya hanya ada di lubuk atau anak sungai tertentu saja. Bahkan, kata dia, pada zaman dahulu, ikan semah merupakan ikan khusus sebagai santapan para raja.

"Di Malaysia ikan semah sangat mahal. Per kilo mencapai Rp 750 ribu," ungkap dia.

Untuk itu, ia sangat mendukung adanya budidaya ikan semah di lubuk larangan. Kabupaten Kerinci yang berada tepat di bawah Gunung Kerinci merupakan daerah habitat ikan semah di Jambi.

Terancam Aktivitas Penambangan Liar

Berdasarkan data dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, lubuk larangan di Jambi terdapat di daerah hulu Sungai Batanghari. Di antaranya di Kabupaten Sarolangun, Merangin, Bungo, Kerinci dan Tebo.

Namun demikian, maraknya aktivitas penambangan emas liar yang berada di sepanjang daerah aliran sungai dikhawatirkan mengancam habitat lubuk larangan. Salah satunya ada di Kabupaten Bungo.

Bachtiar, salah seorang tokoh masyarakat di Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo mengungkapkan, sungai pelepat merupakan anak Sungai Batanghari. Sejak dua tahun terakhir aktivitas penambangan emas liar cukup marak di sungai tersebut.

Padahal, di sepanjang sungai pelepat terdapat sekitar 20 titik lubuk larangan yang dijaga warga atas dasar adat istiadat setempat.

"Akibat penambangan liar air jadi keruh. Ikan-ikan di lubuk larangan bisa mati," kata Bachtiar.

Untuk itu Bachtiar berharap aktivitas penambangan liar di Bungo maupun di daerah lain bisa cepat dihentikan. "Apalagi lubuk larangan juga ada yang dibiayai negara, jika rusak berarti merugikan negara," kata Bachtiar menambahkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya