Tradisi Titip Rumah Saat Mudik, Cerminan Toleransi di Maros

Budaya titip jaga rumah ke tetangga saat mudik di Perumahan Bukit Mutiara, Moncongloe, Maros, Sulsel, salah satu bukti toleransi beragama.

oleh Eka Hakim diperbarui 24 Des 2017, 15:04 WIB
Diterbitkan 24 Des 2017, 15:04 WIB
Indahnya kerukunan beragama (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Indahnya kerukunan beragama (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Ada yang menarik di Perumahan Bukit Mutiara, Desa Moncongloe Lappara, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Di mana nilai-nilai luhur toleransi atau kerukunan antarumat beragama di perumahan yang didominasi warga yang berstatus pensiunan TNI-Polri itu telah menjadi budaya tersendiri. Mereka saling menghormati dan menebar kasih sayang meski berbeda keyakinan.

Salah satunya, ketika hari raya agama tiba. Di mana warga yang memperingati hari raya keagamaannya tak perlu resah ketika hendak mudik meninggalkan rumahnya untuk berkumpul bersama keluarga besar mereka di kampung.

Misalnya, ada warga yang menitipkan rumah ke tetangga untuk menjaganya.

"Seperti saya hendak pulang ke Manado, Sulawesi Utara, sebentar untuk Natalan bersama keluarga. Ada tetangga saya yang muslim yang kami sudah anggap bersaudara yang rela memperhatikan atau menjaga rumah kami selama mudik," ucap Lisa, seorang warga Perumahan Bukit Mutiara, Moncongloe, Kabupaten Maros, kepada Liputan6.com, Minggu (24/12/2017).

Demikian sebaliknya, ketika tetangganya yang muslim tersebut menyambut Idul Fitri dan hendak merayakannya di kampungnya di Kabupaten Bone. Maka, imbuh Lisa, giliran dia dan keluarga yang menjaga rumah sang tetangga selama ditinggal mudik.

"Itulah kami yang selalu menganggap siapa pun tetangga kami sebagai saudara meski kami berbeda agama atau keyakinan," ujarnya.

Sebab, tetangga adalah saudara yang paling terdekat ketika memerlukan pertolongan seperti saat sakit. "Otomatis yang duluan menolong kita adalah tetangga," kata Lisa.

Hal serupa dirasakan Harlia, tetangga Lisa yang muslim itu. Selama 20 tahun menjadi warga di Perumahan Bukti Mutiara, ia dan keluarganya sangat merasakan rasa persaudaraan dan hidup rukun dalam bertetangga meski tetangganya sendiri ada beberapa yang nonmuslim. salah satunya tetangga itu bernama Lisa.

"Saling menyayangi dan menganggap bersaudara meski kami beda agama. Kami sangat merasakan indahnya kerukunan beragama atau toleransi agama di sini," tutur Harlia, warga Perumahan Bukit Mutiara, Kabupaten Maros itu.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kisah Keikhlasan Suster Katolik Mengurus Para Pengungsi Muslim

Suster Anastasia dan Suster Agatha FMMI berfoto bersama pengungsi banjir di Panti Kasih Sepanjang Masa Sidareja, Cilacap, yang kebanyakan muslim. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Suster Anastasia dan Suster Agatha FMMI berfoto bersama pengungsi banjir di Panti Kasih Sepanjang Masa Sidareja, Cilacap, yang kebanyakan muslim. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Adapun Desember selalu menjadi bulan yang membahagiakan bagi umat Kristiani. Sebentar lagi, mereka merayakan Natal, tepatnya pada 25 Desember.

Begitu pun dengan Suster Anastasia. Wanita asal Indonesia timur itu mulai mempersiapkan segala sesuatu keperluan Natal, baik di sekolah maupun di gereja.

Mulai pertengahan Desember, kesibukan dan riang Natal semakin terasa. Keluarga Kristiani memasang Pohon Natal beserta pernak-pernik, atau sekadar memajang patung Yesus dan boneka sinterklas.

Riang Natal pun terasa betul di Panti Kasih Sepanjang Masa, Sidareja, Cilacap. Mereka mulai bersiap menyambut hari raya itu.

Namun, ada yang berbeda dari kesibukan mempersiapkan Natal kali ini. Mereka juga mengurus puluhan pengungsi akibat banjir yang melanda 11 desa di Cilacap, yakni sekitar 67 warga Sidareja.

Ada kisah toleransi di sini. Pasalnya, seluruh pengungsi banjir adalah umat Muslim. Seperti yang diajarkan seluruh agama, menolong memang tak pernah dibatasi ras, agama, maupun derajat sosial. Di mata Tuhan, semuanya sama.

Tak hanya kali ini Panti Kasih Sepanjang Masa menjadi Posko Pengungsian. Sejak September 2017 lalu, panti ini menjadi andalan warga sekitar, yang mayoritas Muslim, untuk mengungsi. Kebetulan, lokasi panti ini bebas dari rendaman banjir.

"Kalau sejak musim hujan ini sudah empat kali panti menjadi pengungsian," ucap suster Anastasia. Matanya berbinar, memperlihatkan rasa antusiasme, toleransi, dan keikhlasan membantu sesama.

Di satu waktu, Suster Anastasia membantu emak-emak muda yang belum becus mengurus bayinya. Sejurus kemudian, ia sibuk membantu di dapur umum. Tak kehabisan tenaga dan keriangan, ia mengajak anak-anak balita bermain dan bergembira.

 

Semangat Toleransi Beragama di Panti Kasih Sepanjang Masa

Para suster menjelaskan kepada Kapolres Cilacap kondisi pengungsian. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Para suster menjelaskan kepada Kapolres Cilacap kondisi pengungsian. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Tak berbeda jauh, Suster Kepala Panti Kasih Sepanjang Masa, Suster Agatha Fransiskanes Misionaris Maria Imaculata (FMMI). Meski senior, Suster Agatha tak segan membantu ibu-ibu mengurus anak-anaknya.

Ia pun, dengan antusias turut merawat seorang ibu, warga Sidareja, Maryah, yang terserang disentri. Dengan sigap, ia mengantar si ibu bolak-balik ke toilet. Tak sedikit pun ia khawatir tertular, meski mengetahui bahwa penyakit khas daerah banjir ini gampang memapar orang-orang yang berinteraksi dengan penderita.

"Kita sudah biasa. Kalau banjir kita selalu terbuka menampung pengungsi. Siapa saja boleh mengungsi di sini, kami terbuka," tutur Suster Agatha.

Panti Kasih Sepanjang Masa adalah lembaga yang menangani orang-orang kesusahan. Saat ini, di tempat tersebut, ada 10 orang yang dirawat. Panti ini berada di bawah Yayasan Sosial Bina Sejahtera yang didirikan oleh Charles Patrick Burrows alias Romo Carolus.

Romo Carolus tak hanya dikenal lantaran selalu menjadi pendamping rohani umat Kristiani yang hendak dihukum mati. Ia juga dikenal sebagai pastor yang secara konstan menyuarakan Hak Asasi Manusia (HAM), toleransi beragama, dan membantu sesama.

Tak terhitung sekolah maupun lembaga pendidikan yang didirikannya di Cilacap dan sekitarnya. Siswanya pun kebanyakan Muslim dan ia tak pernah memaksa murid untuk berpindah agama. Bahkan, guru-guru perempuannya pun banyak yang Muslim dan berhijab.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya