Liputan6.com, Bengkulu - Satu bunga langka Rafflesia gadutensis kini tengah mekar sempurna di kawasan hutan lindung Boven Lais, Kabupaten Bengkulu Utara, sekitar 70 kilometer dari Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu. Sejak dibuka untuk umum pada Sabtu lalu, banyak wisatawan mengunjungi guna mengabadikan momen mekarnya sang bunga.
"Bunga sudah mekar sempurna memasuki hari kedua dan masih cantik untuk dinikmati," kata Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL) Bengkulu Utara, Riki Septian di Bengkulu, Minggu 7 Januari 2018, dilansir Antara.
Advertisement
Para pengunjung dipandu memasuki kawasan hutan yang berada di objek wisata air terjun Palak Siring Kemumu tersebut guna menghindari gangguan terhadap habitat bunga itu.
Advertisement
"Pengunjung perlu dipandu karena berpotensi mengganggu tumbuhan inang atau calon bunga rafflesia berbentuk bonggol," ucapnya.
Baca Juga
Lokasi bunga mekar dapat dijangkau dengan mudah. Cukup berjalan kaki selama lima menit ke dalam kawasan hutan lindung menyusuri tangga beton yang sudah tersedia. Setelah masuk sejauh 100 meter menyusuri tangga beton, pengunjung diarahkan ke sisi kiri kawasan hutan memasuki habitat bunga langka dilindungi itu.
"Pengunjung masih bisa menikmati keunikan bunga langka ini hingga tiga hari ke depan," ujarnya.
Hutan lindung Boven Lais merupakan habitat tiga jenis Rafflesia sp. Selain Raffesia gadutensis, di kawasan ini juga ditemukan Rafflesia arnoldii dan Rafflesia kemumu yang merupakan rafflesia jenis terbaru dari hutan Bengkulu.
Mitos Mengerikan Bunga Rafflesia
Di balik keindahannya, puspa langka Rafflesia arnoldii menyimpan mitos mengerikan yang dipercaya masyarakat Provinsi Bengkulu, terutama masyarakat Suku Rejang dan Suku Serawai. Masyarakat Suku Rejang mendiami daerah perbukitan yang membentang dari Kabupaten Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, dan Lebong. Daerah-daerah itu habitat Rafflesia Arnoldii.
Dari reportase Liputan6.com, sebagian warga setempat menyebut bunga ikon Bengkulu itu sebagai bunga Bokor Setan. Sebagian lainnya menyebutnya sebagai Ibeun Sekedei atau Cawan Hantu. Penamaan itu merujuk bentuk bunga yang menyerupai bokor atau tempat sirih.
Suku Rejang memercayai bunga tersebut sebagai bokor sirihnya para penunggu hutan, baik itu berupa makhluk mistis maupun hewan buas, seperti harimau. Karena itu, warga Suku Rejang dulunya sangat menghindari bunga Raflesia di tengah hutan.
Mitos hantu, setan, hingga harimau yang begitu kuat melekat di benak suku Rejang membuat warga selalu menyingkir jika bertemu bunga itu. Tidak ada warga yang berani mengusik karena mereka takut terkena bala. Karena itu, bunga bangkai bisa berkembang baik di kawasan hutan Bengkulu.
Berbeda dengan Suku Rejang, warga Suku Serawai memberikan nama berbeda bagi bunga raksasa tersebut. Masyarakat setempat menyebut Raflesia Arnoldii dengan sebutan Begiang Simpai atau bunga monyet. Penamaan itu merujuk pada keanehan bunga yang tumbuh tanpa musim.
Ketiadaan daun dan akar yang jelas dari bunga ini membuatnya dipercaya sebagai bunga mistis. Sebagian warga menyimpulkan bunga itu selain milik penunggu hutan, juga bunga yang muncul karena sisa makanan monyet.
"Umumnya warga Suku Serawai, tidak akan mengusik bunga ini. Karena percaya bunga ini, kalau tidak membawa keberuntungan, pasti membawa kesialan," ujar Noca Alinin, warga Desa Ulu Talo, Kabupaten Seluma.
Advertisement
Mengenal Bunga Rafflesia
Rafflesia arnoldii adalah tumbuhan parasit obligat yang terkenal karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan menjadi bunga terbesar di dunia. Ia tumbuh di jaringan tumbuhan merambat (liana) tetrastigma dan tidak berdaun sehingga tidak mampu berfotosintesis.
Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter dengan berat sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik dari tanaman inang Tetrastigma.
Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai "tanaman" adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat Tetrastigma. Bunga mempunyai lima daun mahkota yang mengelilingi bagian yang terlihat seperti mulut gentong.
Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan berduri, berisi benang sari atau putik, bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau betina. Hewan penyerbuk adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang dikeluarkan bunga.
Bunga hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan setelah itu layu dan mati. Persentase pembuahan sangat kecil karena bunga jantan dan bunga betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam seminggu. Itu pun kalau ada lalat yang datang membuahi.
Peneliti bunga Rafflesia dari Universitas Bengkulu, Agus Setyanto, menyebutkan parasit langka itu dikategorikan tumbuhan unik.
"Bunga ini memiliki siklus hidup mencapai lima tahunan dan cuma memiliki masa mekar dari 3 hari hingga 8 hari," ujar Agus.
Bunga Rafflesia yang mekar umumnya akan mengeluarkan aroma bangkai seperti daging busuk. Aroma inilah yang kemudian memancing lalat dan serangga lainnya untuk penyerbukan. Setelah itu, mahkota bunga pun membusuk.
Bagian dasarnya akan membentuk buah dan biasanya ini akan menjadi benih yang kemudian dimakan oleh sejumlah binatang hutan seperti musang, tupai atau landak. "Sebab itu, bunga ini begitu unik dan mengagumkan," ujar Agus.
Penamaan bunga raksasa itu tidak terlepas dari sejarah penemuannya pertama kali pada 1818 di hutan tropis Bengkulu. Tepatnya di dekat Sungai Manna, Lubuk Tapi, Kabupaten Bengkulu Selatan. Karena itu pula, Bengkulu dikenal di dunia sebagai The Land of Rafflesia atau Bumi Rafflesia.
Seorang pemandu yang bekerja pada Dr Joseph Arnold adalah penemu bunga raksasa itu pertama kali. Dr Joseph Arnold sendiri saat itu tengah mengikuti ekspedisi yang dipimpin Thomas Stamford Raffles. Karena itu penamaan bunga itu menggabungkan nama Raffles dan Arnold.
Tumbuhan ini endemik di Pulau Sumatera, terutama bagian selatan. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan daerah konservasi utama spesies ini. Sedangkan di Pulau Jawa, hanya tumbuh satu jenis Rafflesia, yaitu Rafflesia padma.
Saksikan video pilihan di bawah ini: