Sidang Kasus Meikarta, Begini Cerita Pejabat Bekasi

Dalam persidangan kasus Maikarta, diketahui PT Lippo Cikarang menjanjikan Rp20 miliar sebelum proses perizinan proyek Meikarta dilakukan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 13 Mar 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2019, 17:00 WIB
Sidang Meikarta
Sidang kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin menghadirkan sembilan saksi. (Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung Pengadilan Tipikor Bandung kembali menggelar sidang kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta dengan terdakwa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin bersama empat pejabat Pemkab Bekasi. Dalam persidangan, diketahui PT Lippo Cikarang menjanjikan Rp20 miliar sebelum proses perizinan proyek Meikarta dilakukan.

Hanya saja dari janji tersebut hanya Rp10,5 miliar yang terealisasi diberikan kepada Bupati Neneng. Hal itu diketahui dari keterangan saksi Kepala Bidang Tata Ruang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bekasi, EY Taufik.

Taufik mengatakan, awalnya diirinya dihubungi oleh Bupati Neneng yang menanyakan tentang proyek Meikarta.

"Waktu itu ibu bupati menghubungi tahu Meikarta tidak, saya jawab tidak tahu. Beliau menyampaikan 'saya diihubungi pak gubernur akan ada Meikarta'. Saya bilang nanti saya cari tahu informasi. Lalu saya browsing di internet," kata EY Taufik dalam persidangan, Rabu (13/3/2019).

Taufik kemudian mendapati informasi proyek Meikarta dikerjakan oleh PT Lippo Cikarang. Ia pun menghubungi Satriadi, kenalannya di Lippo Cikarang. Satriadi membenarkan bahwa ada proyek pembangunan Meikarta. "Proyek Meikarta waktu itu belum jalan," ujarnya.

Satu sampai dua minggu kemudian, Taufik bertemu dengan Satriadi yang saat itu bersama dengan Edi Dwi Soesianto, Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang. Pertemuan yang berlangsung di Masjid Cibiru itu membahas soal perizinan proyek Meikarta dengan luas total 438 hektare.

"Waktu itu Pak Satriadi menyampaikan akan membangun apartemen. Saya tanya berapa luasnya dijawab 438 hektare, saya bilang besar banget. Terus beliau menyampaikan kira-kira bagaimana prosesnya. Saya bilang ajukan saja. Lalu Pak Satriadi menanyakan berapa biayanya? Saya bilang tidak tahu. Lalu beliau menyampaikan bagaimana kalau Rp20 miliar? Saya bilang nanti disampaikan," tutur Taufik.

Setelah pertemuan dengan Satriadi dan Edi, Taufik menghadap ke Bupati Neneng. Hasil pertemuannya dengan Edi dan Satriadi disampaikan Taufik ke Bupati Neneng. Termasuk soal biaya Rp20 miliar untuk pengurusan izin.

"Waktu itu ibu bupati cuma bilang diproses saja," kata Taufik.

Proses perizinan kemudian mulai berjalan. Satriadi lantas membuat konsep IPPT yang diajukan ke Dinas PTMPTSP Bekasi. Taufik menyatakan bahwa dalam proses IPPT, Edi Soes dan Satriadi pernah menghadap Bupati Neneng.

"Apa yang disampaikan saat pertemuan?," tanya jaksa.

"Terkait perizinan IPPT mohon dibantu," kata Taufik.

Taufik mengaku tak tahu kelanjutan proses IPPT itu dilakukan oleh Edi Soes dan Satriadi. Singkat cerita ia dihubungi Bupati Neneng yang menyampaikan bahwa IPPT tersebut telah ditanda tangani.

"Setelah itu bupati minta tolong ditanyakan tindak lanjutnya," kata Taufik.

Menurut Taufik, IPPT yang diajukan tersebut seluas 143 hektare. Namun setelah ditanda tangani, luasan yang disetujui hanya 84,6 hektare.

Taufik mengatakan saat itu uang Rp20 miliar tidak terealisasi. Bupati Neneng hanya mendapatkan Rp10,5 miliar yang diberikan secara bertahap mulai dari Juni 2017 hingga Januari 2018. Jaksa lantas membacakan 6 tahapan pemberian termasuk Rp500 juta untuk Taufik.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya