Menjelajahi Pagi Taman Nasional Lore Lindu, Menjaga Anoa agar Tetap Lestari

Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu mencatat, populasi Anoa di Taman Nasional Lore Lindu terus menurun.

oleh Heri Susanto diperbarui 21 Jan 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2020, 06:00 WIB
Anoa
Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu mencatat, populasi Anoa di Taman Nasional Lore Lindu terus menurun dari tahun ke tahun. (Liputan6.com/ Heri Susanto)

Liputan6.com, Palu - Anoa di Taman Nasional Lore Lindu, Sulteng, tengah menjadi perhatian serius pihak Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL). Pasalnya populasi satwa endemik Sulawesi Tengah itu terus menurun.

Data monitoring satwa terancam punah BBTNLL menunjukkan, tren penurunan populasi Anoa terjadi sejak 2014. Tercatat, 2014 populasi mamalia bernama latin Bubalus ssp itu berjumlah 102 ekor. Pada 2018 atau berdasarkan monitoring terbaru, jumlahnya terpantau hanya 10 ekor saja.

Persantase penurunanya mencapai 87,01 persen dari baseline data yang digunakan 2013 sebanyak 77 ekor, berdasarkan SK Dirjen KSDAE tahun 2015 Tentang Penetapan Satwa Terancam Punah Prioritas.

Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), Jusman menyebut, perburuan liar, alih fungsi kawasan hutan untuk pertanian dan perkebunan, serta perubahan karakter lingkungan Taman Nasional Lore Lindu diduga menjadi penyebab menurunnya mamalia yang juga dinamai sapi hutan tersebut.

Meski data menunjukkan penurunan, namun Jusman juga menyatakan data tersebut belum data pasti, sebab pendataannya hanya berdasarkan pantauan petugas, sedangkan luas Taman Nasional Lore Lindu mencapai 215.000 hektare yang juga menjadi area jelajah satwa liar termasuk Anoa.  

"Memang berdasarkan data pemantauan petugas di site Monitoring jumlahnya dari tahun ke tahun menurun signifikan. Tapi kami belum bisa memastikan jumlah validnya karena harus menggunakan metodologi pasti, kami sedang melakukan itu," kata Jusman kepada Liputan6.com, Senin (20/1/2020).  

Saat ini, lanjut Jusman, open area di Taman Nasional Lore Lindu yang digunakan untuk kepentingan umum oleh masyarakat sebesar 6 persen dari total luas taman nasional. Meski kecil namun open area tersebut juga berada di daerah jelajah satwa yang juga memengaruhi habitat satwa dilindungi tersebut.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Upaya Pelestarian Anoa

Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu
Jusman, Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu. (Liputan6.com/ Heri Susanto)

Di sisi lain, upaya melindungi dan melestarikan satwa endemik sulawesi itu terus dilakukan. Patroli rutin dan imbauan ke masyarakat sekitar taman nasional oleh petugas balai di 12 kantor pengawasan atau resort tetap digelar.

Bahkan cara terbaru yang dilakukan pihak Balai Taman Nasional Lore Lindu yakni dengan memasang kamera pamantau di beberapa titik di taman nasional sejak 2018 lalu.

Hasilnya, beberapa kemunculan Anoa berhasil terekam kamera dan terdokumentasi untuk kepentingan penelitian dan pelestarian.

"Masyarakat terutama di 76 Desa sekitar taman nasional terus kita imbau untuk berperan melindungi dan menjaga populasi Anoa yang ada. Sebab merekalah yang banyak memanfaatkan hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari, ini sekaligus menjadi tantangan kami," katanya.

Cara tersebut diharapkan ampuh melindungi bahkan melestarikan Anoa dari ancaman kepunahan.

Anoa atau Bubalus ssp sendiri masuk dalam kategori rentan punah di Balai Taman Nasional Lore Lindu berdasarkan SK Dirjen KSDAE tahun 2015 Tentang Penetapan Satwa Terancam Punah Prioritas.

Selain Anoa, SK tersebut juga mencantumkan 24 satwa lainnya yang juga menjadi prioritas untuk ditingkatkan populasinya, salah satunya babi rusa.

Secara fisik, Anoa memiliki ciri fisik menyerupai sapi namun dengan ukuran tubuh lebih kecil. Di Taman Nasional Lore Lindu ada dua warna doniman anoa, yaitu hitam dan coklat. Hewan langka tersebut selama ini banyak menjadi buruan baik untuk konsumsi maupun untuk dijual kolektor satwa langka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya