Liputan6.com, Sigi - Dua dusun di Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi "hilang" terkubur guguran material gunung berupa pasir dan lumpur yang terakumulasi sejak tahun 2019.
Baca Juga
Advertisement
"Rumah saya dulu di sana, sekarang tinggal atapnya yang kelihatan," kata Penanggung Jawab Kepala Desa Bangga, Mohamad Gazali di lokasi Hunian sementaranya, Minggu (26/7/2020).
Gazali hanyalah salah satu di antara 580 Kepala Keluarga (KK) yang berdasarkan data desa sudah meninggalkan Dusun 1 dan 2 Desa Bangga, Kecamatan Dolo Selatan, Kabupaten Sigi.
Rumah Gazali sebelumnya ada di Dusun 2. Pada November tahun 2019, banjir bandang menerjang desa itu. Bukan hanya air, bandang juga membawa material pasir, batu, dan kayu. Dusun 1 dan 2 perlahan terkubur. Dua dusun itu bahkan sudah ditetapkan sebagai zona merah yang tidak boleh lagi ditinggali.
Bencana itu mengawali derita warga Desa Bangga. Sebab, setelahnya banjir karena hujan deras selalu datang dengan wujud yang sama; lumpur dan pasir. Bahkan hingga Juli tahun 2020, timbunan yang menutup dusun tersebut sudah setinggi lebih dari 3 meter. Dusun itu pun "mati" ditinggal penghuni.
Pangkal bencana yang menghilangkan dua dusun di Desa Bangga itu adalah guguran material dari gunung di sekitar hulu sungai yang berjarak sekitar 20 kilometer dari desa. Gempa pada tahun 2018 lalu melemahkan gunung dengan kandungan batu dan pasir di sana. Guguran yang menjadi sedimen menutup jalur Sungai Ore dan mengalihkan alirannya langsung ke desa.
Sedimentasi Sungai Ore yang terus meninggi juga mengancam dusun-dusun lainnya bahkan desa tetangga.
Simak video pilihan berikut ini:
Normalisasi Sungai
Untuk mencegah makin meluasnya aliran sungai dan material ke desa, pihak pemerintah desa setempat berharap normalisasi sungai segera dilakukan.
"Sedimen di sungai dan permukiman dua dusun itu makin tinggi, dua dusun itu juga sudah jadi tempat aliran air yang mengarah ke dusun 3 dan Dusun 1 Desa Walatana" Sekretaris Desa Bangga, Saifudin mengkhawatirkan, Minggu (26/7/2020).
Normalisasi sungai juga disebut Saifudin demi menyelamatkan lahan tani dan sawah yang tersisa yang jadi penghidupan warga desa, setelah 65 hektare lahan tani juga sudah terkubur.
"65 hektare lahan pertanian di dusun 1 sudah habis, di sebelah selatan 100 hektare masih ada tapi mengkhawatirkan, karena aliran sungai sekarang juga mengarah ke sana," katanya.
Sejauh ini tinggal dusun 3 desa itu yang luput dari urukan material. Namun, sebagian warga sudah bergeser ke perbukitan sebelah timur desa, khawatir bencana yang bisa saja datang. Warga terdampak dari dusun 1 dan 2 untuk sementara juga menempati huntara yang ada di sana. Mereka menunggu kepastian pembangunan hunian tetap dari pemerintah.
Advertisement