Kompetisi Ilegal di Dunia Maya yang Memicu Manusia Menjadi Pembunuh

Dalam 5 tahun terakhir sosok monster itu muncul di fan art, cerita pendek, video, gim, dan media lain bahkan ramai dalam pencarian di Google.

oleh Panji Prayitno diperbarui 16 Jul 2021, 10:48 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2021, 10:48 WIB
SlendermanKompetisi Ilegal di Dunia Maya Yang Mengubah Orang Jadi Pembunuh
Slenderman (Wikia)

Liputan6.com, Jakarta - Berawal dari sebuah kompetisi tidak resmi yang ada di dunia maya pada tahun 2009 silam. Para pesertanya diminta membuat gambar seram dengan Photoshop.

Pria bernama Eric Knudsen alias 'Victor Surge' mengirim dua gambar dalam kontes foto hitam putih yang menampilkan sejumlah anak. Salah satu di antaranya menampilkan sosok Slenderman di latar belakang.

"Kami tidak ingin pergi, kami tidak ingin membunuh mereka, tapi sosok diam dengan tangan terentang membuat ngeri sekaligus membuat kita nyaman....," kalimat itu tertera dalam salah satu foto yang diaku berasal dari tahun 1984.

Sehari kemudian, menurut Know Your Meme, Knudsen menambahkan foto ketiga dan pengakuan fiktif seorang dokter tentang pembunuhan massal. Dan berawal dari itu, aksi gila Slenderman di internet dimulai.

Pengguna internet mulai menciptakan versi Slenderman mereka sendiri.

Dalam 5 tahun terakhir sosok monster itu muncul di fan art, cerita pendek, video, gim, dan media lain. Pencarian Google untuk Slenderman pada Selasa 23 Januari 2017 malam menghasilkan lebih dari 8,2 juta hasil.

Padahal, faktanya, Slenderman bukan hantu atau monster yang berakar dari legenda atau cerita rakyat. Ia murni produk modern yang tercipta dari sebuah kompetisi tak resmi di dunia maya.

Slenderman menjadi subjek 'creepypasta' bentuk fiksi pendek yang populer di internet. Plesetan dari istilah 'copypasta' yang sendiri berasal dari 'copy-paste'.

Creepypasta adalah fiksi horor yang ditulis di internet. Kadang dalam gaya mirip seperti berita atau kriminal yang benar-benar terjadi.

Awalnya, Slenderman hanya sekadar keisengan belaka. Hingga suatu hari pada tahun 2014, dua gadis belia berusia 12 tahun menikam temannya 19 kali dan meninggalkan korban di hutan.

Para pelaku mengklaim melakukan tindakan keji untuk memuaskan karakter fiksi Slenderman. Kota kecil di Wisconsin, tempat insiden itu terjadi, pun geger. Dunia ikut kaget dibuatnya.

Saksikan video pilihan berikut ini

Film Dokumenter

Kompetisi Ilegal di Dunia Maya Yang Mengubah Orang Jadi Pembunuh
Slenderman (Wiki)

Seperti dikutip dari News.com.au, Selasa (24/1/2017) kisah mengerikan tersebut diangkat kembali dalam dokumenter terbaru HBO yang berjudul, Beware The Slenderman.

Nominator Academy Award Irene Taylor Brodsky ada di belakang proyek dokumenter. Kamera mengikuti Anissa Weier and Morgan Geyser selama 18 bulan, diawali penangkapan mereka pada Mei 2014.

Keduanya dibekuk atas kasus percobaan pembunuhan terhadap Payton Leutner. Meski ditusuk 19 kali, ajaibnya Payton selamat. Pisau yang ditusukkan ke tubuhnya tak mengenai organ vital.

Ia yang kepayahan merangkak ke luar dari hutan ditemukan dan diselamatkan seorang pengendara sepeda. Para pembuat dokumenter ingin menunjukkan kekuatan dan pengaruh fenomena internet.

Seperti meme Slenderman menyelami sudut gelap dunia maya di mana mereka yang berpikiran rapuh bisa tersesat di dalamnya. Kepada polisi, para pelaku mengaku monster itu yang menyuruh mereka membunuh.

Mereka merencanakan serangan itu selama berbulan-bulan, untuk memuaskan Slenderman. Pada Sabtu nahas itu, dua pelaku tersebut berpesta stroberi dan donat bersama korban.

Setelah itu mereka menuju taman, lalu ke hutan. Di antara pepohonan, Anissa berseru pada Morgan, "Kitty sekarang! Mengamuklah, jadilah gila!"

"Kami tak pernah menyangka ia bisa meyakini hal itu (Slenderman) nyata," kata ibu Morgan Geyser, Angie.

Menurut dua pelaku, Slenderman adalah pelindung dan predator dan mereka ingin membunuh teman mereka untuk menenangkan monster itu.

Setelah membunuh, mereka berpikir bisa kabur ke istana milik Slenderman.

Ayah Morgan Geyser, yang menderita gangguan skizofrenia yang juga dialami putrinya menceritakan perjuangannya berurusan dengan gangguan mental.

"Meskipun Anda tahu tak ada iblis di kursi belakang, (rasanya seperti) ada iblis di kursi belakang," kata dia.

Sementara, orangtua korban Payton Leutner tak berpartisipasi dalam film dokumenter itu. Mereka mengatakan, butuh waktu seumur hidup bagi putri mereka untuk pulih secara emosional.

Hakim dalam kasus tersebut telah memutuskan bahwa kedua tersangka akan diadili secara terpisah, sebagai orang dewasa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya