Anak Jadi Calon Ketua HIPMI, Gubernur Sultra Didemo Warga

Seorang jurnalis di Kendari mengalami penganiayaan saat aksi demonstrasi di depan rumah jabatan Gubernur Sulawesi Tenggara.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 11 Feb 2022, 12:39 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2022, 12:22 WIB
Seorang jurnalis di Kendari mengalami penganiayaan saat aksi demonstrasi di depan rujab gubernur sulawesi tenggara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Seorang jurnalis di Kendari mengalami penganiayaan saat aksi demonstrasi di depan rujab gubernur sulawesi tenggara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Kendari - Demonstrasi di depan rumah jabatan (rujab) Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, berakhir ricuh Kamis (10/2/2022). Demonstran menyoroti salah seorang anak Gubernur Sulawesi Tenggara, yang bakal maju menjadi salah satu calon di organisasi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sulawesi Tenggara.

Demonstran menyinggung beberapa kerabat gubernur yang duduk di sejumlah instansi dan organisasi kepemudaan di Sultra. Mereka menyebut, gubernur menggunakan pengaruh hegemoni politik dengan mendorong sejumlah kerabat masuk dan duduk di sejumlah organisasi kepemudaan.

Awal kericuhan, terjadi aksi saling dorong antara peserta aksi dan aparat keamanan. Saat itu, massa hendak maju berorasi di depan gerbang rujab gubernur, aparat langsung mengadang.

Beberapa anggota Satuan Polisi Pamong Praja Sulawesi Tenggara, menghalangi warga yang mulai membakar ban bekas. Setelah itu, dilanjutkan aksi saling dorong.

Koordinator aksi, Irwan Soneangkano menyatakan, terkait pencalonan anak Ali Mazi sebagai Ketua HIPMI, mestinya alasannya dianalisa secara rasional. Menurut Irwan, anak Ali Mazi jauh dari kualitas yang layak memimpin HIPMI Sultra.

"Kami menolak Alvian menjadi Ketua HIPMI, kami juga meminta Gubernur juga menarik dukungan secara pribadi kepada Alvian sebagai calon ketua," kata Irwan.

Pihaknya juga mendesak, gubernur menghentikan hegemoni politik dengan mendistribusikan keluarga dalam struktur organisasi pemerintah dan non pemerintahan. Menurutnya, orang dengan kapasitas yang lebih baik dan unggul mestinya yang didorong menduduki posisi strategis.

Saat kericuhan, salah seorang jurnalis, La Ode Muhammad Deden Saputra, ikut mengalami penganiayaan. Saat terjadi aksi saling dorong antara massa dengan aparat, seorang oknum anggota Sat Pol PP Provinsi Sultra, memukul pergelangan tangan Deden. Akibatnya, gawai yang dipakai Deden mengambil gambar terjatuh dan layarnya pecah.

Tidak sampai di situ, salah seorang oknum anggota polisi, sempat mengejar Deden Saputra. Saat itu, Deden sedang mengabadikan aksi demonstrasi saat situasi sudah memanas antara massa dan oknum aparat yang berjaga mengamankan lokasi di depan rujab. Akibat kejadian ini, kacamata milik Deden juga pecah.

Beruntung, beberapa orang jurnalis di depan rujab Gubernur Sulawesi Tenggara melerai dan berusaha memberikan pemahaman kepada oknum aparat kepolisian dan Sat Pol PP agar tidak memukul.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Sikap AJI dan IJTI

Seorang jurnalis di Kendari mengalami penganiayaan saat aksi demonstrasi di depan rujab gubernur sulawesi tenggara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)
Seorang jurnalis di Kendari mengalami penganiayaan saat aksi demonstrasi di depan rujab gubernur sulawesi tenggara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam aksi kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP Sultra dan beberapa oknum kepolisian.

Kordiv Advokasi AJI Kendari, La Ode Kasman JP menyatakan, tindakan kekerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Ia juga menyayangkan tidakan beberapa oknum kepolisian yang malah ikut terprovokasi berupaya menyerang jurnalis.

"Harusnya oknum polisi dan Sat Pol PP mengamankan aksi, bukan malah berusaha menyerang jurnalis. Karena tugas pokok polisi sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat," ujar La Ode Kasman JP.

AJI Kendari dan IJTI Sultra menyatakan, penghalang-halangan kerja jurnalis merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Ketentuan pidana ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang berbunyi "setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana paling lama 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta".

Atas peristiwa ini, AJI Kendari dan IJTI Sultra menyatakan sikap :

1. Mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP dan oknum polisi di Rujab Gubernur terhadap jurnalis.

2. Mendesak Gubernur Sultra dan Kapolda Sultra untuk memberikan sanksi kepada anak buahnya yang telan melakukan tindakan kekerasan terhadap jurnalis.

3. Mendorong korban untuk melaporkan peristiwa ini ke polisi. Sebab, tindakan oknum tersebut telah melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 18 Ayat (1).

4. Mengimbau kepada jurnalis untuk tetap menaati kode etik dan keselamatan dalam melakukan peliputan. 5. Meminta kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalis di lapangan karena diatur dalam undang-undang.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya