Bernostalgia di Pasar Sekaten Yogyakarta

Kegiatan ini digelar pada 16 September hingga 16 Oktober 2022 di lahan eks kampus STIEKERS Jalan Parangtritis KM 3, Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 08 Okt 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2022, 07:00 WIB
Ilustrasi sekaten
Ilustrasi sekaten (Doc.Jogjaprov.go.id)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tahun ini, upacara sekaten di Yogyakarta kembali digelar dengan tema 'Pasar Rakyat Jogja Gumregah 2022'. Kegiatan ini digelar pada 16 September hingga 16 Oktober 2022 di lahan eks kampus STIEKERS Jalan Parangtritis KM 3, Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul.

Dalam pasar rakyat sekaten ini digelar banyak tenant yang menjual aneka kuliner tempo dulu serta pasar malam. Sego gurih, ndog abang, arum manis, brondong, martabak, bolang baling, tong stand, ombak banyu, gua hantu, komedi putar, kapal othok-othok, dan lainnya tersedia di festival ini.

Umumnya sekaten merupakan upacara tradisional tahunan yang digelar oleh Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini selalu terjaga dan menjadi salah satu upacara tahunan yang dinantikan masyarakat setempat.

Upacara sekaten di Yogyakarta digelar setiap tanggal 5 sampai 11 Rabi'ul Awal. Penutupan upacara ini biasanya ditandain dengan grebegan.

Konon, kegiatan ini telah berlangsung sejak abad ke-15. Awalnya, sekaten diadakan setiap tahun oleh raja-raja di tanah Hindu sebagai wujud selamatan atau sesaji kepada para leluhur.

Telah mengalami perkembangan, sekaten pun digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam oleh Walisongo, khususnya di Jawa Tengah. Penyebaran agama Islam ini dilakukan melalui media kesenian gamelan.

Kesenian gamelan dipilih karena pada saat itu masyarakat sangat menggemari kesenian Jawa ini. Hingga saat ini, kesenian gamelan selalu digunakan dalam upacara sekaten yang masih bertahan hingga sekarang.

Biasanya penyelenggaraan sekaten dibarengi dengan kegiatan pasar malam selama sebulan penuh. Setelahnya, sebagai puncak acara akan diadakan Grebeg Maulud, yakni berupa kirab gunungan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:


Membunyikan Gamelan

Pergelaran sekaten akan dilakukan dengan membunyikan gamelan yang diarak ke masjid hingga dikembalikannya gamelan sebagai tanda berakhirnya sekaten. Sementara itu, upacara pacara sekaten di Solo berlangsung pada tanggal 5 sampai 12 Rabiul Awal dengan menabuh gamelan secara nonstop.

Setelahnya, acara akan dilanjutkan dengan tumplak wajik dan grebeg maulud. Biasanya, Tumplak Wajik digelar dua hari sebelum grebeg maulud di halaman Istana Magangan pada pukul 16.00.

Upacara tumplak wajik umumnya berupa kotekan atau permainan lagu dengan kentongan sebagai tanda pembuatan gunungan yang nantinya akan diarak pada upacara grebeg maulud. Lagu-lagu yang dimainkan dalam numpak wajik pun beragam, mulai dari Lompong Keli, Owal Awil, Tudhung Setan, dan lainnya.

Adapun grebeg maulud diadakan pada tanggal 12 Rabiul Awal sebagai pucak sekaten. Tradisi ini ditandai dengan adanya gunungan yang terbuat dari beras ketan, buah-buahan, makanan, serta sayuran yang nantinya dibawa dari Istana Kemandungan ke Masjid Agung untuk didoakan.

Setelah didoakan, gunungan yang melambangkan kesejahteraan Kerajaan Mataram ini dibagikan ke masyarakat. Masyarakat menganggap gunungan tersebut membawa berkah.

Secara garis besar, perbedaan upacara sekaten di Yogyakarta dan Solo hanya terletak pada kirabnya. Gunungan di Keraton Yogyakarta terdiri dari enam buah gunungan, dua gunungan lanang (laki-laki), satu gunungan wadon (perempuan), satu gunungan dharat, satu gunungan gepak, dan satu gunungan pawuhan.

Penulis: Resla Aknaita Chak

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya