Liputan6.com, Pacitan - Upacara adat ceprotan sudah menjadi tradisi turun-temurun masyarakat Pacitan, khususnya masyarakat Desa Sekar, Kecamatan Donorojo. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun pada Senin Kliwon pada bulan Zulkaidah (Longkang).
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kegiatan ini bertujuan untuk mengenang pendahulu Desa Sekar, yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun. Upacara ini dilakukan melalui kegiatan bersih desa.
Selain untuk mengenang para pendahulu, upacara ini juga diyakini dapat menjauhkan desa dari bala. Masyarakat setempat juga percaya upacara ini dapat memperlancar berbagai kegiatan pertanian yang menjadi mata pencaharian utama bagi mayoritas penduduk setempat.
Advertisement
Baca Juga
Umumnya, upacara ini dilakukan di Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kota Pacitan. Lokasi tersebut berjarak sekitar 40 km ke arah barat dari pusat kota.
Upacara adat ini dimulai dengan pengarakan kelapa muda yang digunakan sebagai alat 'ceprotan' menuju tempat dilaksanakannya upacara. Tempat dilaksanakannya upacara biasanya merupakan tanah lapang.
Kelapa-kelapa yang telah diarak tersebut kemudian ditempatkan pada keranjang anyaman dan dibawa oleh pemuda setempat. Adapun kelapa muda yang digunakan sebelumnya telah dikuliti dan direndam selama beberapa hari agar tempurungnya melunak.
Sebelum acara dimulai, tetua adat akan membacakan doa-doa. Upacara kemudian dilanjutkan dengan ditampilkannya sendratari yang menceritakan pertemuan antara Ki Godeg dengan Dewi Sekartaji.
Kemudian, pemuda-pemuda tersebut dibagi menjadi dua kubu yang ditempatkan secara berseberangan. Keranjang berisi kelapa muda tersebut selanjutnya diletakkan di depan masing-masing anggota kubu yang telah berjajar dengan posisi menghadap ke arah kubu lawan.
Antar kedua kubu ini juga diberi jarak beberapa meter, sehingga mereka tidak berhadapan secara langsung. Selain itu, di antara mereka juga diletakkan ingkung atau ayam utuh yang dipanggang.
Setelah semuanya siap, anggota dari kedua kubu pun mulai saling melempar kelapa muda yang berada di depan mereka. Setiap orang yang terkena lemparan hingga kelapa pecah dan airnya membasahi tubuh, maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang kelak akan mendapatkan rezeki melimpah.
Sementara itu, ayam panggang yang diletakkan di tengah arena tidak untuk diperebutkan, melainkan disimpan untuk dimakan bersama-sama saat akhir acara. Setelah semua kelapa habis, kegiatan saling melempar kelapa yang dinamakan ceprotan ini pun diakhiri dengan pembacaan doa kembali.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak