Uniknya Upacara Adat Mantu Kucing, Tradisi Minta Hujan lewat Perkawinan Kucing 

Istilah mantu kucing tak ubahnya seperti orang mengadakan upacara pernikahan dua anak manusia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 01 Des 2022, 03:00 WIB
Diterbitkan 01 Des 2022, 03:00 WIB
Kucing - Vania
Ilustrasi Kucing/https://unsplash.com/Litter Robot

Liputan6.com, Pacitan - Mantu kucing merupakan upacara adat tradisional untuk memohon hujan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi unik ini dilaksanakan saat musim kemarau berkepanjangan yang memberikan dampak negatif terhadap masyarakat agraris.

Pasalnya, masyarakat agraris sangat mengandalkan air untuk sistem irigasi. Mengutip dari 'Budaya Upacara Adat Mantu Kucing di Desa Purworejo Kabupaten Pacitan Tahun 1954-2014' oleh Rafi Pandu Wijaya, Heru Arif Pianto, dan Sri Iriyanti, upacara adat Mantu Kucing sudah ada sejak 1954. Tradisi ini berawal dari seorang warga Dusun Jati yang memperoleh wisik (petunjuk dari Allah) berupa mimpi.

Petunjuk tersebut mengatakan, agar turun hujan, mereka harus melaksanakan upacara adat mantu kucing. Para sesepuh desa pun mengadakan musyawarah untuk melaksanakan upacara tersebut sebagai bukti kepercayaan dan kepatuhan terhadap Sang Maha Pencipta.

Istilah mantu kucing tak ubahnya seperti orang mengadakan upacara pernikahan dua anak manusia. Namun, dalam tradisi ini yang dinikahkan adalah dua ekor kucing, yaitu kucing jantan dan kucing betina.

Mempelai kucing yang dinikahkan biasanya adalah kucing betina dari Desa Purworejo dan kucing jantan dari Desa Arjowinangun. Setelah disepakati, para warga pun mulai menyiapkan semua kebutuhan untuk upacara tersebut.

Tidak ada ketentuan terkait lagu yang digunakan dalam proses pelaksaanaan upacara ini. Namun, pada 1954, prosesi ini menggunakan lagu Kebogiro (Coro Balen) dan Salawat-salawat Nabi.

Upacara ini diadakan di tepi sebuah aliran sungai tempat kucing betina yang dinikahkan dipelihara atau di Sungai Grindulu yang menjadi perbatasan kedua desa. Menurut sesepuh desa, pemilihan sungai sebagai tempat upacara bertujuan agar desa sekitar segera dialiri air yang berasal dari air hujan.

 

 

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Saksikan video pilihan berikut ini:

Prosesi Upacara Adat Mantu Kucing

Mengutip dari 'Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dan Simbol Budaya yang Terdapat dalam Upacara Adat Mantu Kucing (Studi Kasus di Desa Purworejo Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan)' oleh Andika Priatama, prosesi mantu ini tak ubahnya seperti prosesi pernikahan manusia. Kedua kucing yang akan dinikahkan disebut sebagai manten (pengantin) dan dipakaikan mahkota dari janur kuning.

Calon mempelai wanita dipilih kucing betina yang sudah dewasa, tetapi belum pernah beranak. Kucing betina memiliki bulu coklat halus, berbadan sehat, dan dipelihara oleh warga Desa Purworejo.

Sementara itu, kucing jantan dipilih yang sudah dewasa dan belum pernah mengawini kucing betina. Sama seperti kucing betina, kucing jantan juga dipilih yang berbulu coklat halus, berbadan sehat, dan dipelihara oleh warga Desa Arjowinangun.

Upacara dimulai dengan membawa mempelai wanita ke tempat acara menggunakan tandu. Setelah mempelai kucing laki-laki datang, dilakukan jemuk (temu manten) dengan disertai penyerahan mahar dari mempelai kucing jantan kepada mempelai kucing betina.

Mahar ini berupa sebuah gentong yang terbuat dari tanah liat. Barang ini dipilih sebagai simbol kesiapan warga akan datangnya hujan.

Mahar diserahkan kepada Ibu Kepala Desa Arjowinangun kepada Bapak Kepala Desa Purworejo. Kemudian, kedua kucing diletakkan dalam satu wadah.

Upacara dilanjutkan dengan proses memandikan kedua mempelai kucing. Proses pemandian kucing ini dilakukan dengan air bunga dan dipimpin oleh sesepuh desa.

Proses ini bertujuan untuk menyucikan tubuh kedua mempelai sebelum memasuki prosesi akad nikah. Setelah kedua mempelai selesai dimandikan, dilanjutkan dengan ijab yang diucapkan oleh Kepada Desa Purworejo, sedangkan qobul diucapkan oleh sesepuh desa.

Acara diakhiri dengan saling memberikan sungkem dari pihak mempelai kucing jantan dan kucing betina. Akad nikah pun ditutup dengan doa yang dipimpin sesepuh desa.

Tak sampai di situ, acara dilanjutkan dengan ngalap berkah berupa proses kembul bujana punar (makan nasi kuning bersama). Hal ini menandakan bentuk dari sebuah kerukunan antar warga masyarakat tanpa memandang golongan.

Secara bergantian, para hadirin mengambil nasi (punar) yang dibentuk berupa tumpeng. Setelah makan bersama selesai, acara dilanjutkan dengan melaksanakan salat istisqa berjamaah dengan harapan turunnya hujan dan mendapat berkah lainnya.

Selanjutnya, sepasang pengantin kucing yang telah dinikahkan dibawa pulang oleh Kepala Desa Purworejo untuk dipingit. Kedua kucing ini dipingit di dalam kandang selama tujuh hari atau sampai hujan turun.

Setelah turun hujan, kedua kucing pun kembali dipelihara seperti sebelumnya. Dengan berakhirnya prosesi upacara adat mantu kucing dan turunnya hujan, tidak ada lagi aturan-aturan adat yang berlaku dan semua kembali seperti sedia kala.

(Resla Aknaita Chak)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya