Liputan6.com, Solo - Tanah Jawa pernah memiliki prajurit perempuan yang disebut dengan Pasukan Estri Ladrang Mangungkung. Para perempuan ini tak hanya ahli bertempur, tetapi juga ahli dalam berkesenian dan mengerjakan pekerjaan domestik di rumah.
Mengutip dari puromangkunegaran.com, Pasukan Estri Ladrang Mangungkung dibentuk oleh Pangeran Sambernyawa pada 1742 di Kartasura. Pasukan ini selalu berada di samping Pangeran Sambernyawa, baik saat masa pertempuran melawan kompeni Belanda atau pada masa pemerintahan Praja Mangkunegaran.
Pembentukan pasukan ini merupakan bentuk terobosan dalam konsep dan peranan perempuan dalam tradisi Jawa. Peran prajurit perempuan bukan hanya sebatas menjadi pengawal kerajaan (royal guard) dan bertempur di medan perang, tetapi juga luwes dalam berkesenian sekaligus cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan domestik.
Advertisement
Baca Juga
Para perempuan ini dilatih strategi perang gerilya ala Pangeran Sambernyawa, di antaranya dhedemitan, weweludhan, dan jejemblungan. Dhedhemitan merupakan strategi layaknya dhemit atau setan yang tidak nampak, sedangkan weweludan layaknya belut yang sangat licin dan tidak bisa ditangkap.
Sementara jejemblungan bak orang gila yang tidak memiliki rasa takut. Strategi perang gerilya tersebut berarti tidak menampakkan diri, tetapi tetap kuat, mampu menyerang saat musuh lengah, serta cepat dalam menyembunyikan diri.
Perhatian besar KGPAA Mangkunagoro I terhadap pasukan ini dilakukan dengan serangkaian pelatihan dan penggemblengan. Tujuannya untuk menghasilkan pasukan yang berkualitas dan membanggakan.
Mereka dilatih dalam penguasaan persenjataaan, seperti panah, pedang, senapan, meriam, dan berkuda. Selain itu, mereka juga dilatih bercocok tanam, berkesenian, melakukan pekerjaan rumah tangga, membaca, dan menulis.
Pasukan Ladrang Mangungkung terdiri dari 60 orang prajurit perempuan. Mereka mengendarai kuda dengan menggunakan senjata karabin dan wedung. Karabin adalah senjata api yang daya tembaknya tidak sebesar senapan laras panjang karena ukurannya lebih pendek, sedangkan wedung adalah senjata khusus untuk perempuan.
Pasukan Estri Ladrang Mangungkung juga memiliki keahlian menari, menyinden, serta memainkan alat musik gamelan (niyaga). Mereka berperan sebagai prajurit tempur, mata-mata, dan pengawal.
Tugas pengawalan tersebut dilakukan untuk melindungi istri KGPAA Mangkunagoro I dan para perempuan keluarga Mangkunegaran. Mereka juga bertugas menghibur tamu-tamu kerajaan dengan alunan suara yang merdu (sesindhenan), tarian bedhaya, srimpi, munggeng kelir, dan taledhekan.
Pembentukan Pasukan Estri Ladrang Mangungkung membuktikan peran perempuan dan laki-laki memiliki tanggung jawab yang setara. Perempuan juga bisa melakukan apa saja jika diberi kesempatan yang sama seperti laki-laki.
Penulis: Resla Aknaita Chak