Liputan6.com, Magelang - Usai Gunung Merapi meluncurkan guguran awan panas pada Sabtu (11/3/2023), Bupati Magelang Zaenal Arifin mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan menjauhi puncak gunung tersebut.
Baca Juga
Zaenal menyampaikan, beberapa waktu lalu telah terjadi guguran awan panas pada puncak Gunung Merapi kurang lebih sejauh 1,5 kilometer yang terjadi beberapa kali. Sesuai dengan rekomendasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) masyarakat yang melakukan aktivitas di seputar Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) tidak melakukan aktivitas di lokasi tersebut untuk sementara waktu, menghindari tempat-tempat yang bahaya.
Advertisement
"Semoga tidak ada lanjutannya (guguran Gunung Merapi) cukup sampai di sini. Kalaupun ada lanjutannya, kita harus prepare dan hati-hati," katanya, Senin malam (13/3/2023).
Apabila nantinya terjadi lanjutan guguran awan panas pada puncak Merapi, Zaenal meminta agar jajaran TNI, Polri, Pemkab Magelang untuk selalu menyiapkan segala sesuatunya.
Ia menuturkan hingga saat ini aktivitas masyarakat masih berjalan seperti biasa dan diimbau untuk menjauhi titik puncak Merapi saat ini.
Terkait terjadinya dampak kerusakan tanaman masyarakat di sekitar lereng Merapi, dia menjelaskan pihak Kodim 0705/Magelang dan BPBD Kabupaten Magelang langsung melakukan aksi bersih-bersih dari abu vulkanik pada kawasan terdampak, termasuk pada tanaman milik warga.
"Semoga segera turun hujan, sehingga kondisinya baik-baik saja," katanya.
Waspada Lahar Dingin
Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso dalam keterangannya di Yogyakarta, Senin (13/3/2023) mengatakan, jumlah tersebut mengacu hasil survei Tim Drone Badan Geologi pasca-kejadian awan panas guguran pada 11-12 Maret 2023.
"Tanggal 11-12 Maret 2023 Gunung Merapi meluncurkan awan panas ke arah Kali Bebeng. Hingga saat ini, Senin, 13 Maret 2023, tercatat 60 kejadian awan panas guguran di Gunung Merapi," ujar Agus.
Sementara itu berdasarkan pantauan foto udara menggunakan drone, jarak luncur awan panas guguran paling jauh mencapai 3,7 kilometer dari puncak Gunung Merapi.
"Ujung luncuran awan panas guguran teramati di sisi barat daya di alur Kali Bebeng," ucap dia.
Data tersebut mengoreksi laporan BPPTKG sebelumnya yang menyebut jarak luncur awan panas guguran maksimal sempat kilometer.
Pasca-rangkaian awan panas guguran tersebut, Agus menegaskan status Gunung Merapi masih berada di tingkat Siaga atau Level III.
Adapun potensi bahaya saat ini yakni berupa guguran lava dan awan panas guguran yang bisa menjangkau Kali Woro sejauh maksimal 3 kilometer dari puncak, dedangkan Kali Gendol sejauh 5 kilometter dari puncak, Kali Boyong sejauh 5 kilometer dari puncak, dan Kali Bedog, Krasak, Bebeng sejauh 7 kilometer dari puncak.
Sementara lontaran material vulkanik jika terjadi erupsi eksplosif dapat menjangkau radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
BPPTKG juga mengimbau masyarakat mewaspadai bahaya lahar, terutama saat terjadi hujan di puncak Merapi.
"Seiring dengan musim hujan yang masih terjadi di DIY dan Jawa Tengah, maka BPPTKG mengimbau masyarakat untuk mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di puncak Merapi," kata Agus.
Ada Potensi Bahaya
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) mengungkap adanya potensi bahaya di sisi barat laut Gunung Merapi.
Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso saat konferensi pers secara virtual diikuti di Yogyakarta, Minggu, mengatakan potensi bahaya tersebut selain yang bersumber dari kubah lava tengah dan kubah lava sisi barat daya Merapi yang hingga kini terus mengalami pertumbuhan.
"Ada potensi bahaya yang lain di mana pada sektor barat laut (Gunung Merapi) ini terjadi pergerakan, terjadi inflasi sehingga ini juga tetap kita ingatkan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan," kata Agus.
Menurut dia, ada deformasi atau perubahan bentuk pada permukaan tubuh gunung di sisi barat laut Merapi yang terpantau selama dua tahun terakhir.
Sebelumnya, deformasi hanya terjadi pada lokasi dua kubah lava gunung api aktif itu yakni di tengah kawah dan sisi barat daya.
"Ini sesuatu yang unik, selain unik juga berpotensi bahaya sehingga perlu kami sampaikan," ujar dia.
Agus menjelaskan laju deformasi pada sisi barat laut Merapi sebesar lebih dari 15 meter dalam kurun waktu dua tahun.
Perkembangan itu cukup besar jika dibandingkan deformasi saat menjelang erupsi Merapi pada 2006 dan 2010 yang kurang dari 4 meter, meski kala itu terjadi dalam tempo yang cepat.
"Besarnya (deformasi) 15 meter ini yang menjadi perhatian kami. Kami khawatir bahwa tebing dari puncak sebelah barat laut ini menjadi tidak stabil dan longsor," ujar dia.
BPPTKG terus memantau kondisi tebing beserta laju deformasi sisi barat laut gunung api itu secara intensif.
"Untuk saat ini masih stabil kondisinya dan kecepatan dari deformasi juga relatif rendah, namun ini perlu kami sampaikan agar masyarakat tetap bersiap siaga," kata Agus Budi.
Gunung Merapi mengeluarkan rentetan awan panas guguran sejauh maksimal 4 km ke barat daya, yaitu ke arah Kali Bebeng atau Kali Krasak mulai Sabtu (11/3) siang hingga petang dan masih berlanjut hingga Minggu (12/3).
Berdasarkan pantauan BPPTKG hingga Minggu pukul 15.30 WIB tercatat total sebanyak 54 awan panas guguran telah keluar dari Gunung Merapi.
Rentetan awan panas guguran itu terjadi akibat longsoran kubah lava barat daya Gunung Merapi.
Hingga saat ini, BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Level III atau Siaga.
Untuk mengantisipasi potensi bahaya erupsi Gunung Merapi, masyarakat diimbau tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya.
Guguran lava dan awan panas dari Gunung Merapi bisa berdampak ke area dalam sektor selatan-barat daya yang meliputi Sungai Boyong (sejauh maksimal lima km) serta Sungai Bedog, Krasak, Bebeng (sejauh maksimal tujuh km).
Advertisement