Liputan6.com, Kendari - Setelah demonstrasi yang dilakukan warga di lahan PT Antam di Desa Mandidodo, Kecamatan Molawe, Konawe Utara, Senin (5/6/2023), Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara melakukan penggeledahan kantor sejumlah perusahaan tambang nikel di Kendari. Kejati mengambil paksa sejumlah dokumen pada tiga kantor perusahaan yaitu, PT Antam, PT Kabaena Kromit Pratama dan PT Lawu Agung Mining.
Kajati Sultra Patris Yusran Jaya menyatakan, pihaknya sudah menetapkan tiga orang manajer dan direktur perusahaan sebagai tersangka. Ketiganya yakni, General Manager PT Antam Konawe Utara HND, Pelaksana Lapangan PT Lawu GL dan Direktur PT KKP AAN.
"Penggeledahan penyidik untuk menindaklanjuti penetapan tersangka," ujar patris Yusran Akbar.
Advertisement
Baca Juga
Dia menyatakan, sudah memanggil 30 orang lainnya sebagai saksi. Selain itu, penyidik juga menyita paksa puluhan dokumen terkait pertambangan di lahan Izin usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Konawe Utara.
"Tim penyidik akan melakukan upaya paksa lain terkait pemberkasan," ujar Patrias.
Kata Patrias, penetapan tersangka ketiganya, terkait kasus perjanjian Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam, PT Lawu dan Perusda. Aktivitas ini, diduga menyebabkan kerugian negara. Ketiganya diketahui, bekerja sama menambang di dalam areal tambang nikel seluas 22 hektare dalam IUP PT Antam.
Dia melanjutkan, ternyata perusahaan KSO di bawah PT Antam, nekat menambang pada areal di luar IUP 22 hektare. Parahnya, hanya sebagian kecil hasil ore nikel yang ditambang kemudian diserahkan kepada PT Antam.
"Sisanya, dijual kepada smelter perusahaan lain, menggunakan dokumen terbang dari perusahaan PT KKP dan perusahaan lainnya," jelas Patrias.
Diketahui, penggeledahan kantor perusahaan tambang di Kendari, dilakukan sejak sore hingga menjelang pukul 20.00 Wita. Pihak penyidik Kejati Sulawesi Tenggara, masuk hingga ke dalam salah satu rumah direktur dan mengamankan sejumlah berkas.
Â
Aktivitas Tambang di Lahan PT Antam Diduga Rugikan Negara
Kejati Sultra menggeledah sejumlah kantor perusahaan tambang terkait dugaan kerugian negara akibat dugaan penambangan ilegal di lokasi tambang milik PT Antam Konawe Utara. Awal mula, terdapat Kerja sama Operasional (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu serta Perusda pada lahan seluas 22 hektare milik PT Antam.
Saat itu, PT Antam memberikan PT Lawu operasi pertambangan nikel pada lahan seluas 22 hektare. Menurut Ade, seharusnya, hasil tambang di lahan ini, kembali dijual ke PT Antam semuanya.
Namun, pada kenyataannya sebagian besar hasil nikel di lahan 22 hektare itu juga dijual ke perusahaan lain sehingga menyebabkan kerugian negara. Parahnya, perusahaan KSO di bawah Antam, juga beroperasi di luar lahan seluas 22 hektare tadi.
Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan mengatakan, PT Lawu menggunakan dokumen terbang atau ilegal saat menjual hasil tambang.
"Dokumen terbang ini, maksudnya nikel berasal dari lahan PT Antam, tetapi saat dijual ke smelter lain, seolah-olah nikel ini berasal dari lahan perusahaan lain," ujar Ade Hermawan.
Menurut Ade, PT Lawu hanya menjual sebagian kecil nikel hasil tambang dari lahan PT Antam ke smelter milik PT Antam. Sebagian besar sisanya, dijual ke smelter lain di wilayah Sultra menggunakan dokumen PT Kabaena Kromit Pratama.
"PT Antam melakukan kerja sama operasional dengan perusahan PT Lawu dan Perusda sejak 2021 sampai 2023," katanya.
Advertisement