Kanamara Matsuri, Kisah di Balik Festival Musim Semi Unik di Kawasaki Jepang

Jepang mempunyai berbagai kebudayaan unik yang menarik wisatawan. Salah satunya festival Kanamuri Matsuri atau dikenal sebagai festival penis.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 14 Jul 2023, 11:14 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2023, 11:09 WIB
Festival Penis di Jepang
Orang-orang menggotong patung raksasa berbentuk penis pada perayaan Kanamara Matsuri di Kawasaki, 2 April 2017. (BEHROUZ MEHRI / AFP)

Liputan6.com, Bandung - Setiap negara di dunia tentunya mempunyai banyak kebudayaan dan ciri khasnya masing-masing. Salah satunya negeri sakura Jepang yang mempunyai banyak kebudayaan unik dan menarik di mata wisatawan.

Tidak hanya dikenal sebagai negara yang disiplin dan bersih saja, di Jepang terdapat satu festival unik yang sering dilakukan setahun sekali. Festival tersebut bernama Kanamara Matsuri atau dikenal dengan festival alat kelamin laki-laki.

Melansir dari japan.travel, festival ini sering digelar setahun sekali pada minggu pertama pada April. Adapun festival ini menjadi festival musim semi yang sangat populer di Jepang dan menjadi daya tarik wisatawan.

Pada saat perayaan festival ini digelar, ada tiga kuil portabel berbentuk penis atau alat kelamin laki-laki yang dibawa dengan riang dalam pawai. Selain itu, beberapa makanan dan barang-barang pun berbentuk penis untuk memeriahkan perayaan festival tersebut.

Meskipun bagi sebagian orang festival ini mungkin terlihat aneh dan unik, tetapi ternyata di balik kegiatan ini terdapat sejarah yang cukup sakral. Perayaannya sendiri diketahui sering diadakan di kuil Kanayama Kawasaki, Jepang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sejarah Festival

Untuk Doakan Kesuburan, Jepang Rutin Gelar Festival Penis
Peserta festival mengarak patung di Kanamara Matsuri. Foto : Fest300|John Daub

Kanamara Matsuri secara kasar berarti "Festival Lingga Baja" kata "mara" yang ada dalam "kanamara" awalnya mempunyai makna "hambatan bagi praktik Buddha". Namun kini diperhalus menjadi makna alat kelamin pria.

Mengutip dari matcha-jp.com, sejarah dari festival ini dimulai di periode Edo (1603-1868) di kawasan Kawasaki yang saat itu adalah kawasan penginapan di sepanjang Tokaido. Sebuah jalan utama yang menghubungkan ibu kota timur Edo ke Kyoto.

Adapun diceritakan para wanita yang bekerja sebagai pelayan dan pekerja seks di penginapan tersebut biasa datang ke Kuil Kanayama. Mereka semua mengunjungi kuil tersebut untuk berdoa agar bisa dilindungi dari penyakit serta kesialan.

Meskipun dinilai aneh, tetapi festival ini mempunyai nilai sakralnya dan terus dilestarikan hingga kini. Bahkan, pada masa sekarang festival ini terus mengikuti zaman terutama dalam memperingati mengenai pentingnya menjaga diri.

Kini festival ini menjadi sebuah simbol dalam memerangi berbagai penyakit seksual seperti HIV dan lain-lain. Tidak hanya memperlihatkan arak-arakan alat kelamin pria saja, tetapi juga menjadi momen memberikan edukasi pentingnya edukasi seks dan menjaga diri.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya