Liputan6.com, Yogyakarta - Satu Suro atau malam satu suro merupakan malam pergantian tahun dalam kalender jawa. Pada 2023 ini, malam satu suro akan jatuh pada 18 Juli atau 19 Juli.
Dikutip dari laman kemdikbud.go.id, peringatan malam satu Suro sangat lekat dengan budaya Jawa yang masih dilestarikan hingga saat ini. Salah satunya adalah tradisi menyantap bubur suro sebagai sajian khas malam 1 suro.
Tradisi memasak dan menyantap bubur suro memang sudah dilakukan secara turun-temurun, dan masih dilestarikan di beberapa daerah. Keberadaan bubur suro menjadi salah satu ubarampe atau alat untuk memaknai tanggal 10 suro.
Advertisement
Baca Juga
Biasanya kuliner tradisional ini disajikan pada malam menjelang 10 suro atau 10 Muharram pada kalender Islam. Bubur Suro awalnya diperkenalkan sebagai makanan yang bertujuan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa yang menggunakan bulan Suro.
Versi sejarah lain menyebutkan bubur Suro digunakan untuk memperingati masa-masa Nabi Nuh selamat dari banjir bear yang melanda dunia yang berlangsung selama kurang lebih 40 hari. Kini, bubur Suro memiliki makna sebagai bagian dari ritual atau tradisi tahunan yang sudah diselenggarakan secara turun temurun.
Bubur suro memiliki makna rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta sebagai persembahan dan doa untuk meminta rezeki, dan keselamatan hidup. Bubur suro biasanya dibuat dari beberapa pelengkap, seperti bubur beras putih, opor ayam, sambal goreng labu siam, jeruk bali, bulir-bulir buah delima, tujuh jenis kacang, dan irisan timur serta beberapa lembar daun kemangi.
Dalam versi lain, bubur ini juga dilengkapi kedelai hitam, telur ayam kampung, serundeng kelapa, dan rujak degan. Tujuh kacang yang digunakan yaitu kacang tanah, kacang mede, kacang hijau, kedelai, kacang merah, kacang tholo, dan kacang bogor yang direbus atau digoreng.
Tujuh jenis kacang ini menggambarkan tujuh hari dalam satu pekan. Lalu, makna lain yang tertera adalah bubur melambangkan kesucian jalan hidup, kedelai hitam goreng sebagai lambang watak yang senantiasa setia dan berbuat baik, dan irisan telur ayam kampung sebagai lambang hal yang berbeda. Semua lauk ini menjadi simbol dari hidup yang berkesinambungan dan bermasyarakat.
Tidak hanya dua lauk ini, ada juga serundeng sebagai representasi filosofi pohon kelapa yang mudah beradaptasi dan berguna bagi masyarakat. Lalu, rujak degan sebagai makna agar manusia bisa menjalankan hidup secara sungguh-sungguh dan penuh antusias.