, London - Eropa pada tahun 2024 mengalami tahun terpanas yang pernah tercatat, dampaknya mengkhawatirkan. Namun, masih ada harapan, menurut laporan iklim Copernicus terbaru Uni Eropa.
Tidak ada benua lain yang memanas secepat Eropa. Laporan Kondisi Iklim Eropa 2024, yang dirilis Selasa (15/4/2025) menunjukkan, pada tahun lalu, Eropa memecahkan rekor suhu terpanas. Cuaca ekstrem pun mengubah kehidupan hampir setengah juta orang.
Baca Juga
Laporan yang disusun oleh sekitar 100 peneliti dari Layanan Perubahan Iklim Uni Eropa, Copernicus, dan Organisasi Meteorologi Dunia ini menunjukkan, suhu rata-rata di seluruh Eropa telah meningkat sekitar 2,4 derajat Celsius sejak Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Kecuali Islandia, yang lebih dingin dari rata-rata, seluruh benua mengalami suhu di atas rata-rata.
Advertisement
Secara global, suhu rata-rata meningkat sebesar 1,3 derajat Celsius, menjadikan tahun 2024 sebagai tahun terhangat sejak pencatatan cuaca dimulai, dikutip dari laman DW Indonesia, Jumat (18/4).
"Suhu lautan sangat tinggi, permukaan air laut terus meningkat, lapisan es dan gletser terus mencair," Samantha Burgess, salah satu penulis utama laporan tersebut, mengatakan kepada wartawan.
"Semua ini terjadi karena konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer terus meningkat, mencapai rekor tertinggi lagi pada tahun 2024. Sejak tahun 1980-an, Eropa telah memanas dua kali lipat dari rata-rata global," tambahnya.
Â
Â
Rekor Panas
Rekor suhu tersebut berdampak luas pada tahun 2024. "Ini bukan sekadar angka suhu rata-rata global. Ini benar-benar berdampak pada skala regional dan lokal," ujar Florence Rabier, Direktur Jenderal Pusat Prakiraan Cuaca Jangka Menengah Eropa, yang berkontribusi pada Copernicus.
Banjir besar, gelombang panas, badai, atau kekeringan, serta cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim akibat aktivitas manusia, semakin memengaruhi kehidupan sekitar 750 juta orang di Eropa.
Banjir besar di wilayah Valencia, Spanyol, pada Oktober dan November lalu menewaskan lebih dari 220 orang. Arus hujan lebat, yang memecahkan semua rekor sebelumnya hanya terjadi dalam beberapa jam. Akibatnya, rumah, mobil, dan infrastruktur hancur. Pemerintah Spanyol sejauh ini menjanjikan bantuan rekonstruksi dan kompensasi sebesar €16 miliar.
Hanya satu bulan sebelumnya, hujan tanpa henti akibat Badai Boris menyebabkan banjir besar di kota-kota di delapan negara di Eropa tengah dan timur. Pada tahun lalu, diperkirakan 413.000 orang terkena dampak di seluruh Eropa karena banjir dan badai, dengan sekitar 335 orang kehilangan nyawa.
Sementara di saat musim panas, Eropa dilanda panas terik dengan jumlah hari tertinggi kedua dan tekanan panas ekstrem yang pernah tercatat. Eropa timur, khususnya, sangat panas dan kering, dan Eropa selatan dilanda kekeringan panjang, bahkan di bulan-bulan musim dingin.
Sebaliknya di Eropa barat, hujan turun lebih banyak dibandingkan rata-rata sejak 1950. Hujan lebat, dikombinasikan dengan kondisi kekeringan, dengan drastis meningkatkan risiko banjir. Tanah kering yang lama terpanggang matahari tidak mampu menyerap air dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Hal ini dengan cepat memicu kondisi banjir yang berbahaya.
"Setiap kenaikan suhu tambahan sebesar satu derajat itu penting, karena hal itu memperparah risiko bagi kehidupan kita, bagi perekonomian, dan bagi planet ini," kata Celeste Saulo, Kepala Organisasi Meteorologi Dunia. "Adaptasi adalah suatu keharusan."
Â
Advertisement
Efek Gas Rumah Kaca
Di tengah tren cuaca yang mengkhawatirkan ini, emisi gas rumah kaca yang memanaskan planet terus meningkat. Namun, laporan tersebut menyoroti secercah kabar baik. Pada 2024, produksi energi terbarukan di Eropa mencapai titik tertinggi, dengan sekitar 45% energi berasal dari sumber yang ramah iklim, seperti tenaga surya, angin, dan biomassa.
Laporan tersebut juga memperingatkan negara-negara Eropa perlu memperkuat sistem peringatan dini dan langkah-langkah adaptasi iklim, sesegera mungkin.
Menurut penulis laporan Samantha Burgess, pemanasan global jangka panjang lebih dari 1,5 derajat Celsius dapat menyebabkan setidaknya 30.000 kematian tambahan di Eropa akibat panas ekstrem pada tahun 2100.
Para peneliti mencatat, lebih dari separuh kota-kota Eropa kini telah mengadopsi rencana adaptasi iklim khusus untuk menghadapi cuaca ekstrem dan melindungi warganya. Jumlah kota dengan rencana ini meningkat dari hanya 26% kota pada tujuh tahun lalu.
Paris, Milan, Glasgow, dan kota-kota di Belanda berada di urutan terdepan. Di antara inisiatif lainnya, para pemimpin kota menciptakan fasilitas untuk melindungi warganya dari panas ekstrem, memperluas ruang hijau untuk membantu mendinginkan daerah perkotaan, dan membangun langkah-langkah perlindungan banjir.
