Liputan6.com, Yogyakarta - Ayam ingkung menjadi salah satu jenis makanan yang tidak pernah absen dalam berbagai perayaan syukuran dalam adat Jawa. Ayam ingkung merupakan ayam yang disajikan secara utuh atau tidak dipotong-potong.
Bukan sekadar lauk pauk, ada makna filosofis yang melekat dalam penyajian ayam ingkung. Dikutip dari buku "Atlas Walisongo" karya Agus Sunyoto menyebutkan ayam ingkung berasal dari ayam tu-kung.
Ayam tu-kung merupakan sesaji yang berakar dari agama kapitayan yang berkembang jauh sebelum agama Islam masuk ke nusantara. Meski keduanya kini berbeda fungsi, baik ayam tu-kung maupun ingkung tidak pernah absen menemani sajian tumpeng dalam berbagai acara.
Advertisement
Baca Juga
Ayam ingkung memiliki arti mengayomi. Kata ingkung diambil dari kata "jinakung" dan "manekung" yang berarti memanjatkan doa dalam bahasa Jawa kuno.
Pemilihan ayam sebagai bahan pokok sajian khas Jawa ini juga memiliki makna tersendiri. Dahulu, ayam dipilih sebagai salah satu sesaji karena disebut menyimbolkan manusia.
Sementara itu, telur disimbolkan sebagai kelahiran. Posisi ayam ingkung yang disajikan dengan utuh juga mewakili makna tertentu.
Makna posisi sajian ayam ingkung menggambarkan bagaimana cara manusia harus tunduk dan merendah di hadapan pencipta-Nya. Meski bermakna cukup sakral, kini ayam ingkung tidak hanya disajikan dalam upacara tertentu.
Ayam ingkung mudah ditemukan diberbagai tempat makan khas Jawa, terutama di kawasan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan, kini Ayam ingkung kini menjadi makanan tradisional khas Kabupaten Bantul.
Cita rasanya yang lezat dan olahan yang bervarisi menjadikan ayam ingkung salah satu kuliner yang banyak diburu wisatawan kala singgah di pesisir Selatan Yogyakarta. Harga sajian ayam ingkung lengkap dengan nasi dan aneka makanan pedamping dibanderol dengan harga yang cukup variatif, yakni mulai Rp120.000 untuk porsi empat hingga lima orang.