Pedagang Resah Soal Pelarangan Zonasi Penjualan Rokok dalam RPP Kesehatan

Pedagang toko kelontong dan warung cemas dengan rencana pelarangan zonasi penjualan rokok 200 meter dari fasilitas pendidikan.

oleh Tim Regional diperbarui 01 Jul 2024, 16:24 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2024, 16:24 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi pedagang kaki lima. (dok. unsplash/Emilie Farris)

Liputan6.com, Jakarta Pedagang toko kelontong dan warung cemas dengan rencana pelarangan zonasi penjualan rokok 200 meter dari fasilitas pendidikan.

Wacana pemberlakuan peraturan tersebut tertuang dalam pasal-pasal aturan pertembakauan yang tengah difinalisasi dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan tentang peraturan pelaksanaan UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

Pedagang yang sehari-harinya menjual rokok bersama dengan sembako meyakini peraturan tersebut akan mematikan usaha mereka, terlebih sebelumnya mereka juga diresahkan dengan kabar rencana larangan penjualan rokok eceran.

Seperti diutarakan Zae Janto, pedagang kelontong di Johar Baru, yang menyebutkan aturan tersebut akan sangat merugikan.

"Kapan aturan ini mau disahkan? Jelas sangat merugikan. Masa depan pedagang kecil seperti saya makin nggak jelas. Bisa tutup jualan kami, bisa mati usaha kami," sebut pria yang berjualan di kawasan Jakarta Pusat ini, Senin (1/7/2024).

 

Sumbangsih Pendapatan

Ilustrasi penjual kaki lima (pixabay)
Ilustrasi penjual kaki lima (pixabay)

Zae memaparkan, selama menekuni usaha ini, penjualan rokok-lah yang menggerakkan pembeli untuk berbelanja produk lainnya seperti makanan dan minuman. Selain itu, penjualan rokok memberikan porsi sumbangsih total pendapatan yang cukup besar.

"Pedagang kecil seperti saya ini kan hanya berusaha memenuhi kemauan konsumen. Lagipula, konsumen membeli rokok itu juga dibarengi dengan belanja lain seperti makanan dan minuman," terangnya.

Zae berharap pemerintah seharusnya memberdayakan pedagang kecil bukan justru menghalang-halangi upaya mereka untuk mencari nafkah secara mandiri.

"Kami ini perantau, kalau peraturannya sulit dan tidak adil seperti ini, sangat besar efeknya," tegasnya.

Menyulitkan Usaha

Ilustrasi
Ilustrasi pedagang kaki lima. (dok. unsplash @adliwahid)

Senada, Nunung, pedagang kelontong di kawasan Jalan Kawi-Kawi Bawah, Jakarta Pusat, juga beranggapan pemberlakuan zonasi 200 meter penjualan rokok, juga akan menyulitkan usahanya. Dia membayangkan kesulitan ketika nantinya harus berhadapan dengan petugas keamanan.

"Jangan sampai lagi harus berurusan sama Satpol PP. Kami cuma pedagang kecil. Sekarang barang-barang kebutuhan serba mahal, pendapatan juga tidak sebesar dulu. Janganlah dipersulit," ucapnya.

RPP Kesehatan

Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan upaya mencegah stunting bukan hanya fokus pada pemenuhan gizi balita tapi juga ibu hamil. Hal ini ia sampaikan saat peringatan Hari Gizi Nasional pada Minggu, 28 Januari 2024 di Jakarta. (Foto Dok Kemenkes)
Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto Dok Kemenkes)

Menteri Kesehatan, Budi Gunawan Sadikin menyebutkan kepada awak media bahwa RPP Kesehatan rencananya akan disahkan pada bulan Juni dimana dalam rancangan tersebut juga termasuk larangan zonasi 200 meter jual rokok.

Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), dr Ali Mahsun menegaskan penolakannya terhadap aturan zonasi penjualan rokok 200 meter seperti yang didorong dalam RPP Kesehatan sebagai peraturan pelaksana atas UU Kesehatan No 17 tahun 2023.

Menurut Ali, ini adalah bentuk peraturan yang tidak adil, diskriminatif, dan menzolimi rakyat kecil. Padahal para pedagang kecil ini berusaha untuk cari makan, memenuhi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak.

"Pedagang, baik PKL, asongan, warung kelontong, dan UMKM lain berharap tidak terus-menerus disudutkan karena mereka sama sekali tidak bersalah. Rokok itu tidak dilarang di Indonesia!" Ali menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya