Investor Ragu Kebijakan Donald Trump, Bursa Asia Tertekan

Investor ragu terhadap kebijakan pemerintahan AS Donald Trump menekan bursa global termasuk bursa Asia.

oleh Agustina Melani diperbarui 22 Mar 2017, 08:45 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2017, 08:45 WIB
20150710-Pasar Saham Nikkei-Jepang4
Sejumlah orang tercermin dalam papan yang menampilkan indeks saham di Tokyo, Jepang, Jumat, (10/7/ 2015). Harga saham Nikkei mengalami perubahan mengikuti gejolak pasar Tiongkok. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Hong Kong - Bursa Asia melemah pada perdagangan saham Rabu pekan ini. Tekanan di bursa Asia didorong bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street yang tertekan.

Hal itu imbas keraguan pasar terhadap kebijakan ekonomi presiden AS Donald Trump. Investor pun mengalihkan investasinya ke aset lebih aman yaitu emas dan obligasi pemerintah.

Indeks saham MSCI Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,5 persen di awal perdagangan. Indeks saham Jepang dan Australia masing-masing merosot lebih dari satu persen. Indeks saham Selandia Baru atau NZX 50 turun 0,8 persen.

Tekanan itu terjadi lantaran bursa saham AS melemah. Indeks saham S&P 500 dan Dow Jones turun lebih dari satu persen. Penurunan itu terbesar sejak kemenangan Donald Trump pada November.

"Implementasi agenda kebijakan ekonomi Trump menjadi fokus pasar. Selain itu, voting soal Obamacare di Kongres AS pada Kamis pekan ini," tulis Analis ANZ, seperti dikutip dari laman Reuters, Rabu (22/3/2017).

Sebelumnya ada harapan pemangkasan pajak mendorong indeks saham S&P 500 naik 10 persen sejak Trump terpilih. Investor melihat pemerintahan AS di bawah kepemimpinan Donald Trump juga berjuang untuk merealisasikan janji memotong pajak. Selain itu juga soal perbaikan kesehatan.

Di pasar uang, indeks dolar AS melemah di bawal level 100 terhadap sejumlah mata uang. Sedangkan di pasar komoditas, harga emas berada di kisaran US$ 1.248 per ounce. Harga minyak dunia cenderung tertekan seiring ada pasokan baru. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 1,8 persen menjadi US$ 47,34 per barel.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya