Strategi Visi Media Asia Usai Lepas 39 Persen Saham MDIA

Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk, Anindya Novyan Bakrie mengatakan, balance sheet perseroan telah berubah setelah divestasi 39 persen saham PT Intermedia Capital Tbk.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Apr 2021, 07:28 WIB
Diterbitkan 06 Apr 2021, 07:42 WIB
Ilustrasi Laporan Keuangan
Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

Liputan6.com, Jakarta - PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) menyatakan aksi korporasi melepas 39 persen kepemilikan saham di PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) yang menaungi ANTV mendukung kinerja perseroan. Pelepasan 39 persen saham itu dilakukan untuk melunasi utang perseroan.

Dengan aksi korporasi tersebut, perseroan bersiap mengembangkan bisnis dan fokus pada digital dan konten. Hal ini mengingat posisi posisi utang Visi Media Asia yang berkurang.

Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk, Anindya Novyan Bakrie mengatakan, hal utama yang berbeda usai perseroan divestasi yakni laporan keuangan yang berubah total dari perseroan. Selain itu, susunan kepemikan VIVA berubah tetapi perseroan tetap menjadi pengendali.

Perseroan  telah melepas 39 persen kepemilikan sahamnya di perusahaan yang menaungi ANTV dalam rangka pelunasan utang perseroan. 

Pembeli 39 persen saham MDIA ialah Reliance Capital International Limited (RCIL), suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara British Virgin Islands. Setelah transaksi dengan RCIL senilai Rp 2,43 triliun, susunan pemegang saham MDIA menjadi VIVA 51 persen, RCIL 39 persen, dan publik 10 persen.

“Yang menarik investasi ini dilakukan dengan harga yang cukup baik buat VIVA yaitu pada harga Rp 158 per share. Ini untuk saham MDIA. Ini membuat buku VIVA menjadi sangat sehat karena utangnya yang sebelumnya jumlahnya itu USD 239,8 juta menjadi sekarang di dalam rupiah angkanya Rp 960 miliar. Dan ini membuat VIVA menjadi debt free,” ungkap Anindya dalam diskusi virtual, ditulis Selasa (6/4/2021).

Sisa utang grup VIVA yang tercatat kini Rp 960 miliar masuk dalam buku MDIA. "Jadi memang sekarang VIVA sangat sehat siap menjawab tantangan masa depan," ujar dia.

Divestasi tersebut juga meningkatkan book equity atau nilai ekuitas perseroan menjadi Rp 3,8 triliun. Serta capital gain yang tercatat sebesar Rp 2,6 triliun.

“Jadi secara buki kita bisa bilang sudah reset dan ready to reload. Ini adalah gebrakan atau inovasi yang kita lakukan di zaman COVID-19 selama ini," ujar dia.

Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke BEI, hingga 30 September 2020, perseroan mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 994,57 miliar dari periode sama tahun sebelumnya Rp 360,38 miliar.

Pendapatan perseroan tercatat Rp 1,29 triliun hingga 30 September 2020. Realisasi pendapatan itu turun menjadi Rp 1,65 triliun hingga 30 September 2019.

Total liabilitas Visi Media Asia tercatat Rp 8,44 triliun hingga 30 September 2020 dari periode 31 Desember 2019 sebesar Rp 7,41 triliun. Ekuitas perseroan tercatat Rp 45,05 miliar hingga 30 September 2020 dari periode 31 Desember 2019 sebesar Rp 1,14 triliun. Perseroan kantongi kas Rp 47,93 miliar hingga 30 September 2020.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Dirikan Perusahaan Digital

Dengan kondisi keuangan yang membaik, perseroan akan melakukan pivot model bisnis. Dari yang semula hanya mengandalkan bisnis free to air television (FTA TV) menjadi fokus pada digital dan konten. Hal ini merujuk pada tren digitalisasi yang kian tak terelakkan.

TV memiliki jangkauan yang sulit untuk direplikasi oleh layanan daring atau internet bahkan hingga 10 tahun mendatang. Bedanya TV tidak memiliki engagement dan activation."Ini yang akan kita ubah dari model bisnis sepuluh tahun ke depan," ujar dia.

"Sehingga kita melakukan positioning bahwa kita adalah media dari para influencer. Kita adalah media yang merupakan jaringan digital dari bervagai macam komunitasm" ia menambahkan.

Ia menuturkan, hal tersebut bukan sesuatu yang benar-benar baru digagas VIVA. Ia mengaku perseroan telah mulai melakukannya sejak dua tahun terakhir. Namun, karena terkendala dari sisi pendanaan, pelaksanaannya belum optimal. "Karena kita belum mempunyai ruang fiskal atau cash flow yang bisa digunakan seperti sekarang, kita belum bisa mengembangkan secara efektif," tutur dia.

Selain itu, perseroan berencana mendirikan perusahaan digital pada 2021 ini sebagai langkah transformasi bisnis. Termasuk kerja sama jangka panjang dengan provider digital platform untuk mengembangkan lini digital perseroan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya