Liputan6.com, Jakarta Dalam ilmu psikologi, ada sebuah fenomena dinamakan ‘gaslighting’. Yakni saat seseorang dimanipulasi sedemikian rupa, hingga meragukan ingatan, bahkan kewarasannya sendiri. Hal inilah yang tengah dilakukan Whit (Edward Norton), Claire (Kate Winslet), dan Simon (Michael Pena) terhadap bos sekaligus sahabat mereka, Howard (Will Smith).
Advertisement
Baca Juga
Pangkal masalahnya, adalah Howard tak mampu bangkit setelah putri kecilnya meninggal dunia. Ia tak punya lagi semangat hidup. Jangankan mengelola firma periklanan mereka, untuk mengurus diri sendiri saja Howard tak lagi mampu.
Setiap kali Howard datang ke kantor, kerjanya hanya menyusun balok-balok domino. Bila sudah selesai, ia menyentil susunan balok itu sampai rubuh, lalu mengulangi hal ini keesokan harinya.
Whit, Claire, dan Simon, tentu tak bisa membiarkan hal ini terjadi. Apalagi hidup mereka terancam bila kantor tempat mereka bekerja tutup. Mereka lantas menyewa detektif, yang menemukan bahwa Howard telah mengirim surat untuk Waktu, Cinta, dan Kematian.
Sebuah ide melintas di kepala Whit. Ia berniat memperlihatkan pada jajaran direksi, bahwa Howard tak lagi waras untuk memegang kendali perusahaan. Whit lantas menyewa tiga pemain teater untuk pura-pura berperan sebagai Waktu (Jacob Latimore), Cinta (Keira Knightley), dan Kematian (Helen Mirren), dan berinteraksi dengan Howard.
Sementara itu di hadapan Howard, muncul Madelaine (Naomie Harris) sesosok perempuan yang juga kehilangan anaknya. Perempuan ini menyebut ada keindahan yang hadir dalam hidupnya, di sela kesedihan yang mendalam atas kematian buah hatinya.
Collateral Beauty, Film Rasa Gado-Gado
Collateral Beauty, adalah sebuah film dengan rasa gado-gado. Di satu sisi, film ini begitu emosional saat berbicara tentang rasa kehilangan Howard. Rasa frustasi dan putus asa yang ditampilkan Will Smith, mampu menjalar ke luar layar.
Sementara di sisi lain, film yang disutradarai oleh David Frankel ini juga mencoba untuk menghadirkan sisi komedi lewat dialog kocak para karakternya. Ya, meskipun dari sinopsisnya film ini terasa gelap, sebenarnya unsur humor dalam film ini juga tak bisa dibilang kering.
Sayang, kedua elemen ini tak berpadu secara baik dalam film ini. Yang terjadi adalah penonton diping-pong antara kutub komedi dan melodrama ketika melompat dari satu sequence ke sequence yang lain.
Hal lain yang cukup disayangkan dari Collateral Beauty, adalah tindak tanduk karakter dalam film ini terasa dipaksakan demi plot yang bisa berjalan dengan lancar. Misalnya saja saat karakter Keira Knightley yang awalnya begitu menentang misi ini secara tiba-tiba bersedia membantu setelah mendengar satu-dua kalimat picisan dari Whit.
Hal lain yang langsung terlihat dari Collateral Beauty—dan mungkin juga hal inilah yang paling menarik penonton mampir ke bioskop—adalah deretan aktor dan aktris papan atas yang terlibat dalam film ini. Namun sayang, subplot yang terlalu menggurita membuat performa para pemain ini terasa terkotak-kotak, di beberapa bagian chemistry yang terjalin pun terasa hambar.
Setidaknya, masih ada hal menarik dari film ini. Dua di antaranya adalah performa Hellen Mirren dan Will Smith. Dengan rambut putih dan gayanya yang jenaka sebagai pemeran Kematian, Hellen Mirren selalu mencuri perhatian saat ia muncul di layar. Aktris senior ini tampil begitu meyakinkan sebagai seorang seniman teater yang butuh panggung untuk memperlihatkan kemampuannya.
Sementara Will Smith, dalam adegan klimaks, mampu menggelontorkan rasa sakit seorang ayah yang selama ini ia pendam. Selain itu, Collateral Beauty juga diakhiri dengan twist yang cukup manis.
Collateral Beauty, telah ditayangkan di bioskop Indonesia sejak 16 Desember 2016.
Advertisement