Film Layar Lebar Preman Pensiun Tayang September Mendatang

Pembuatan film layar lebar Preman Pensiun segera rampung. Film garapan Aris Nugraha yang diangkat dari serial sinetron televisi swasta nasional itu sudah mencapai 90 persen, tinggal menyisakan proses editing.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Agu 2018, 18:30 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2018, 18:30 WIB
Kru pemain film Preman Pensiun
Kru pemain film Preman Pensiun (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut Pembuatan film layar lebar Preman Pensiun segera rampung. Film garapan Aris Nugraha yang diangkat dari serial sinetron televisi swasta nasional itu sudah mencapai 90 persen, tinggal menyisakan proses editing. Ditargetkan September mendatang sudah bisa dinikmati pecinta film tanah air.

“Pengerjaannya sudah 90 persen, semuanya berkaitan dengan teknologi,”ujar Aris, sang sutradara, saat kunjungannya ke Kafe Lasminingrat, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Rabu (1/8/2018) tadi malam.

Menurutnya, pengerjaan Preman Pensiun versi layar lebar atau biskop merupakan kelanjutan dari film sinetron sebelumnya yang lebih dahulu booming di televisi swasta itu. Sebagian besar lokasi syuting masih dilakukan di Bandung, pun dengan pemain yang dipakai masih pemain lama.

"Target September sudah bisa tayang di bioskop," kata sutradara yang sudah membuat 35 film serial itu.

Aris menyatakan, cerita film itu terbilang baru, bukan rangkuman atau penggalan rangkuman dari film sinteron Preman Pensiun yang sudah tayang. “Jadi menceritakan setelah pensiun itu terjadi apa, bukan rangkuman atau intisari tapi lanjutan,” ujarnya menjelaskan.

Sementara bintang utama masih diperankan artis komedian Epy Kusnandar yang memerankan kang Muslihat, sedangkan pemeran lainnya masih diperankan pemain lama. “Sebagian besar masih tetap pemain lama, meskipun ada tokoh-tokoh baru, seperti anaknya Muslihat sudah punya pacar,” kata dia.

Sedangkan mengenai alur cerita yang ditampilkan, film layar lebar Preman Pensiun menceritakan kehidupan para preman yang sudah insyaf meninggalkan dunia lamannya menjadi preman, dan beralih menjadi pengusaha atau pedagang.

“Di film ini dicontohkan bagaimana bisa berubah tapi susah, meskipun haus dimulai dari nol hingga akhirnya bisa,” ujar sutradara kelahiran kota Intan Garut itu

 

 

 

 

Buat Mitos Aktor Harus Ganteng

Aktor Epy Kusnandar yang memerankan kang Muslihat dalam film Preman Pensiun bersama penggemar di Garut
Aktor Epy Kusnandar yang memerankan kang Muslihat dalam film Preman Pensiun bersama penggemar di Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Aris menambahkan, dalam pengerjaan film layar lebar garapannya, tidak ada artis atau aktor terkenal berlabel bintang. Menurutnya keahlian dan kegigihannya lah yang akan mengantarkan seseorang menjadi bintang film terkenal. "Buang mitos artis harus ganteng, harus cantik, coba lihat artis dalam film saya, pas-pasan semua,” ujar dia.

Menurutnya, cara pandang masyarakat maupun para pembuat film di Indonesia yang kerap menomorsatukan artis dan aktor, cantik dan ganteng meskipun dengan kemampuan pas-pasan tidaklah semuanya benar.

Namun masyarakat biasa dengan wajah dan perawakan yang biasa, bisa menjadi aktor atau pemeran utama dan terkenal, jika memiliki kemampuan akting yang luar biasa. “Seperti Epy (Epy Kusnandar) pemeran Kang Mus di Preman Pensiun, tampilannya pas-pasan, betul-betul tidak make up, betul-betul natural,” kata dia.

Untuk itu, beberapa film garapannya seperti Bajaj Bajuri, Preman Pensiun sengaja menggunakan pemeran tidak terkenal untuk membuat terobosan baru di kancah dunia perfileman nasional. Ia cara tak logisnya itu, merupakan bentuk perlawan terhadap tren film sinetron tanah air yang selalu menggunakan aktor dan aktris tampan dan cantik.

Namun ternyata caranya itu, kata dia, mulai membuahkan hasil. Tercatat beberapa film garapannya seperti Preman Pensiun, Bajaj Bajuri, Tukang Ojek Pangkalan dengan pemainnya yang biasa saja, meledak di pasaran. “Semua orang punya kemauan yang sama nah itu membuat dia menjadi mewakili mayoritas," katanya.

Aris mengaku, dalam setiap garapan film yang dibuatnya, alur cerita tidak terpaku pada bahan yang sudah disiapkan, namun terkadang disesuaikan dengan ide yang muncul tiba-tiba di lingkungan sekitar masyarakat. “Spontanitas saja, tetapi kemudian dirancang menjadi desain produksi sehingga menjadi menarik,” ujarnya.

(Jayadi Supriadin/Garut)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya