Liputan6.com, Jakarta Trend Asia membawa kampanye #BersuaraTiapHari dalam ajang musik tahunan Rock in Solo pada Sabtu, 14 Desember 2024 melalui Trend Asia Corner. Kampanye ini mengajak penikmat musik metal-rock untuk terus bersuara dan menyuarakan setiap krisis yang dihadapi, khususnya krisis iklim yang semakin mengancam.
“Kampanye #BersuaraTiapHari sudah kami mulai sejak Pilpres 2024 lalu. Namun, kami ingin menegaskan bahwa suara rakyat tidak boleh berhenti hanya saat pemilu, melainkan harus lantang setiap saat. Terlebih sekarang, suara kritis dari rakyat sangat dibutuhkan untuk mengawal kebijakan pemerintah,” ujar Irfan Alghifari, Tim Kampanye dan Advokasi Trend Asia.
Krisis iklim semakin terasa di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Jawa Tengah. Banyak masyarakat, terutama petani, mengalami penurunan pendapatan akibat cuaca yang tidak menentu. Sementara itu, banjir bandang kerap melanda berbagai daerah di musim hujan.
Advertisement
Di pesisir utara Jawa Tengah, ancaman tenggelamnya ruang hidup semakin nyata. Situasi diperparah oleh ketidakpastian ekonomi, rendahnya kesejahteraan pekerja, rezim upah murah, serta kenaikan kebutuhan hidup dan ancaman pajak yang semakin membebani.
Dalam Trend Asia Corner, pengunjung Rock in Solo disuguhkan berbagai aktivitas menarik seperti pemutaran film dokumenter, diskusi bersama masyarakat adat dan musisi, stand-up comedy, serta permainan interaktif. Selain itu, ada juga fasilitas photo box gratis dan layanan sablon kaos gratis dengan pesan #BersuaraTiapHari.
Peluncuran Video Klip “Prahara Jenggala” Kolaborasi dengan Down For Life
Momentum Rock in Solo juga dimanfaatkan oleh Trend Asia untuk meluncurkan video klip "Prahara Jenggala" hasil kolaborasi dengan Down For Life, grup musik metal asal Surakarta, Jawa Tengah. Video klip ini menyoroti kehidupan masyarakat adat Dayak Kualan Hilir di Kalimantan Barat yang menghadapi ancaman serius akibat konsesi perusahaan.
Stephanus Adjie, perwakilan dari Down For Life, menyatakan bahwa fenomena kerusakan lingkungan dan ketimpangan sosial di Indonesia harus terus disuarakan. “Kami sebagai musisi metal merasa kondisi negara dalam 2-3 tahun terakhir memantik amarah. Melalui karya ini, kami ingin berteriak lantang atas apa yang terjadi. Bahkan di pinggir Kali Pepe, kita bisa melihat kontras antara kekuasaan orang kaya dan potret kemiskinan,”ungkap Adjie.
Adjie menambahkan bahwa meskipun Down For Life berasal dari Jawa Tengah, mereka memilih Kalimantan Baratsebagai lokasi video klip untuk menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan adalah masalah yang terjadi di seluruh Indonesia. “Kami ingin pendengar kami sadar bahwa perusakan lingkungan memicu ketimpangan sosial. Pemerintah yang kecanduan pembangunan sering kali mengabaikan kemanusiaan dan merampas ruang hidup masyarakat adat,” tegas Adjie.
Saat ini, masyarakat adat Dayak Kualan Hilir di Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, tengah menghadapi ancaman besar. Hutan yang turun-temurun menjadi sumber kehidupan mereka kini diincar oleh perusahaan hanya berjarak 1 kilometer dari desa.
“Hutan kami dicuri oleh perusahaan. Padahal hutan itu sudah kami kelola sejak lama. Hutan adalah sumber penghidupan kami. Di sana kami menanam durian, bambu, sawit, tengkawang, karet, dan banyak tanaman lainnya. Bahkan obat-obatan alami pun kami dapat dari hutan,” ungkap Ratius, warga Dayak Kualan Hilir.
Advertisement
Krisis Iklim dan Solusi Berbasis Energi Terbarukan
Pengampanye Bioenergi Trend Asia, Amalya Oktaviani, menjelaskan bahwa kasus yang terjadi di Kualan Hilir adalah potret nyata kerusakan hutan di Indonesia. Hutan alam dibabat dan digantikan dengan perkebunan skala besar, mengakibatkan penyingkiran masyarakat adat, hilangnya biodiversitas, dan memperparah krisis iklim akibat tingginya emisi karbon dari deforestasi.
“Yang kita butuhkan saat ini adalah dorongan kuat untuk beralih ke energi bersih dan terbarukan yang berkelanjutan. Selain itu, pengelolaan sumber daya harus berbasis komunitas masyarakat. Dengan demikian, keseimbangan ekologi dan ekonomi dapat tercapai,” tegas Amalya.
Kampanye #BersuaraTiapHari tidak hanya hadir di Rock in Solo, tetapi juga telah dibawa ke berbagai acara lain, seperti Tur Grup LAS! di Kalimantan Barat, Festival Iklim di Bali, dan sejumlah festival literasi di berbagai daerah. Hal ini membuktikan bahwa setiap individu bisa menyuarakan kepeduliannya terhadap krisis iklim melalui berbagai medium.
Rock in Solo, dengan kehadiran Trend Asia Corner dan peluncuran video klip Prahara Jenggala, menjadi momen penting untuk mendorong publik agar terus #BersuaraTiapHari. Musik dan seni menjadi sarana efektif untuk menyampaikan pesan kritis dan membangun kesadaran tentang ancaman krisis iklim serta ketimpangan sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, kampanye ini diharapkan mampu menginspirasi lebih banyak orang untuk berani bersuara demi keadilan sosial, lingkungan, dan masa depan yang lebih baik.