Cerita Lahirnya Hari Pramuka di Indonesia

Agustus bukan hanya menjadi hari kemerdekaan negara ini saja, tetapi juga sebagai hari lahirnya pramuka di Indonesia.

oleh Liputan Enam diperbarui 14 Agu 2019, 22:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 22:00 WIB
[Bintang] HUT Pramuka 2018: Netizen Ramai-ramai Ucapkan Selamat Hari Pramuka di Twitter
Siapa yang nggak tahu kalau hari ini adalah HUT Pramuka 2018? Ya, 14 Agustus adalah hari yang istimewa untuk Pramuka. Selamat Hari Pramuka! (Ilustrasi: Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap 14 Agustus diperingati Hari Pramuka. Pramuka yang merupakan gerakan praja muda karana ini memiliki sejarah panjang. Ada juga sejumlah tokoh dibalik lahirnya Hari Pramuka.

Nah, salah satu tokoh pramuka juga ada yang asalnya dari Surabaya. Tokoh itu ialah Bung Tomo, pahlawan yang juga sangat berjasa pada kota kelahirannya tersebut. Lalu, bagaimana ceritanya pramuka bisa hadir di Indonesia? Ditelusuri dari berbagai sumber, Liputan6.com merangkum tentang lahirnya hari pramuka.

Gerakan kepanduan pramuka pertama kali dikembangkan oleh Lord Boden Powell. Powel membuat suatu gerakan untuk membina pemuda di Inggris. Singkat cerita, Powel menulis sebuah buku berjudul ‘Aids to Scouting’, buku tersebut kemudian dijadikan pedoman bagi tentara muda Inggris untuk melakukan tugasnya.

Setelah itu, pimpinan brigade Inggris meminta Powell untuk melatih anggotanya. Pada 1908, Powel kembali menulis buku yang isinya terkait dengan pengalamannya dalam latihan kepramukaan. Bukunya itu bertajuk ‘Scouting for Boy’, dengan cepatnya buku itu dapat tersebar di Inggris hingga ke negara lain, termasuk di Indonesia.

Gerakan kepanduan pramuka di Indonesia dibawa oleh Belanda yang kala itu menjajah negara ini. Lalu pada 1912 berdirilah gerakan kepanduan di Hindia Belanda yang dinamakan Nederlands Padvinders Vereeniging (NPV).

Dalam perkembangannya, pemimpin-pemimpin gerakan nasional membentuk organisasi kepanduan. Dalam waktu singkat mencuatlah berbagai organisasi kepanduan, diantaranya Javaanse Pavinders Organizatie (JPO), Jong Java Padvindery (JJP), Nationale Islamitsche Padvindery (NATIPIJ), dan Sarekat Islam Afdeling Padvindery (SIAP).

Sukarno yang pada saat itu menjabat sebagai presiden meminta untuk dilakukannya penggabungan semua organisasi dalam satu wadah. Permintaan Sukarno itu atas dasar ingin menyatukan organisasi gerakan pemuda yang ada di Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

Napak Tilas Kemerdekaan RI di Tugu Proklamasi
Sejumlah remaja pramuka mengikuti kegiatan Napak Tilas Proklamasi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Kamis (16/8). Acara tersebut diadakan dalam rangka menyambut HUT RI yang diikuti oleh masyarakat dari beragam latar belakang. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Kemudian dibentuklah panitianya yang terdiri dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prijono, Achmadi, Moeljadi Djojomartono, dan Azis Saleh. Dari kepanitiaan tersebut, lahirlah Keppres Nomor 109 Tahun 1961 tertanggal 31 Maret 1961.

Adanya Keppres itu pun sempat menuai kontroversi, karena Hamengkubuwono  IX, Azis Saleh, dan Moeljadi Djojomartono tidak terlibat di dalam pembuatannya. Ada anggapan Keppres itu bermuatan ideologi tak sesuai Pancasila, karena peran Prijono dan Achmadi pada saat itu dianggap beraliran komunis.

Ketika Azis Saleh mengetahui hal tersebut, ia segera menjumpai Sukarno dan menjelaskan perihal Keppres yang bermasalah yang ternyata sudah ditandatangani oleh Sukarno. Setelah Sukarno mendengar masalah itu, ia lekas memerintahkan untuk tidak menerbitkan Keppres tersebut.  

Kemudian, diganti dengan Keppres Nomor 238 pada 1961. Ketika Keppres Nomor 238 sudah dibuat, aturan ini tidak bisa segera ditandatangani oleh Sukarno, karena ia sedang berada di luar negeri.

Akhirnya, Keppres Nomor 238 dibawa kepada Perdana Menteri Djuanda. Saat itu, Djuanda merupakan perdana menteri terakhir di sistem pemerintahan parlementer 1957-1959, sekaligus sebagai pencetus Deklarasi Djuanda.

Djuanda awalnya belum bersedia menandatangani Keppres Nomor 238 itu, karena ia belum mengetahui maksud dari penandatanganan undang-undang tersebut. Sesaat setelah mendengar penjelasan dari Aziz Saleh terkait Keppres Nomor 238, Djuanda menghubungi Sukarno untuk mengonfirmasinya.

Selepas mendapatkan izin dari Sukarno, akhirnya Djuanda bersedia untuk menandatangani Keppres itu. Dikutip dari pramuka.ulm.ac.id, pada 1961 Sukarno melantik Majelis Pimpinan Nasional (Mapinas), Kwarnas, Kwarnari di Istana Negara.

Pelantikan ini kemudian disusul penganugerahan Panji-panji Kepramukaan dan akbar oleh anggota pramuka di Jakarta. Sederet peristiwa itu menjadi penyebab ditetapkannya 14 Agustus sebagai Hari Lahirnya Pramuka.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara) 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya