Liputan6.com, Jakarta - Telekomunikasi dan penyiaran sebagai dua sektor strategis di era konvergensi saat ini, dinilai saling berhubungan dan menyatu. Karena itu, regulasi yang mengatur keduanya juga harus saling mendukung.
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2MedIa), Amir Effendi Siregar, menghimbau regulator dalam hal ini pemerintah, untuk membuat regulasi telekomunikasi dan penyiaran saling terintegrasi. Ia melihat konvergensi kedua sektor tersebut akan menjadi tantangan regulasi ke depan, terlebih banyak perusahaan penyiaran di Indonesia, yang kini mulai mengelola bisnis telekomunikasi.
"Kita ingin memberikan masukan agar Undang-Undang (UU) penyiaran terintegrasi dengan telekomunikasi. Terutama UU telekomunikasi, harus diubah untuk kepentingan nasional," jelas Amir di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (28/7/2015).
Salah satu yang menjadi persoalan dalam kedua UU itu adalah tidak sinkronnya perihal kepemilikan modal asing. UU Telekomunikasi tidak mengatur kepemilikan modal secara eksplisit, sehingga ada operator-operator lokal yang dikuasai asing. Sedangkan dalam UU penyiaran, kata Amir, setidaknya telah ada batasan kepemilikan saham oleh pemodal asing sebesar 20 persen.
Dijelaskannya, UU Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999 yang dibuat di zaman deregulasi dan liberalisasi menyebabkan pemodal asing bisa menjadi pemegang saham mayoritas untuk mengendalikan perusahaan telekomunikasi. Hal ini berbanding terbalik dengan UU Penyiaran.
"UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 lahir di zaman reformasi sehingga lebih demokratis dalam pengaturan kepemilikan. Sejumlah pasal menunjukkan kedua UU memiliki perbedaan paradigmatik dalam mengatur kegiatan industrinya," tutur Amir.
Menurut hasil riset PR2Media, Pemerintah Indonesia sejak awal perkembangan telekomunikasi kurang memperhatikan keberlanjutan kebijakan yang dibuat. Salah satu contohnya, kata Amir, ketiadaan regulator independen telekomunikasi yang dinilai menyebabkan kerugian bagi warga negara seperti soal pengaturan bisnis yang tidak sehat dan tidak transparannya tarif.
Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan lemahnya penegakan aturan penyiaran menyebabkan siaran nasional yang hanya berpusat di Ibu Kota dan lemahnya penyiaran lokal di daerah.
"Karena itu, harus ada UU Penyiaran baru yang nantinya harus sekaligus memikirkan UU Telekomunikasi. Keduanya bisa dibuat berbarengan, atau jeda waktu setahun agar bisa sinkron. Regulasinya tentu harus dibuat untuk kepentingan nasional," tutup Amir.
(din/dew)
UU Penyiaran dan Telekomunikasi Harus Terintegrasi
Di era konvergensi saat ini, telekomunikasi dan penyiaran dinilai saling berhubungan dan menyatu.
diperbarui 28 Jul 2015, 17:12 WIBDiterbitkan 28 Jul 2015, 17:12 WIB
Advertisement
Live Streaming
Powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Bangun Masa Depan, Ini 5 Strategi Efektif untuk Mendukung Pendidikan Perempuan
Top 3: Skema Gaji Tunggal PNS
Calon Kades Bagi Uang Itu Haram Tidak? Penjelasan Fikih Gus Baha Tak Terduga
Harga Kripto Hari Ini Sabtu 5 Oktober 2024: Bitcoin Cs Perkasa
Top 3 News: Kronologi Kebakaran di Warung Leko Mall Ciputra
Tren Infus Cinderella di Kalangan Pekerja Muda Korea Selatan dan China untuk Atasi Kelelahan
Banjir Landa Bosnia Herzegovina, 14 Orang Dinyatakan Tewas
Mantan PM Ehud Barak: Israel Mungkin Lancarkan Serangan Simbolis terhadap Fasilitas Nuklir Iran
Jokowi Pimpin Upacara HUT ke-79 TNI di Monas, Prabowo, Ma'ruf Amin dan Gibran Hadir
Mobil Cipung yang Jadi Super Giveaway IMX 2024 Dilapisi Stiker Spesial
4 Zodiak yang Punya Tatapan Paling Memikat, Bikin Orang Terpana
AS Lagi-lagi Jegal Penguatan Harga Emas