Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar atlet bulu tangkis terpaksa berada dalam jarak yang jauh dari keluarga sejak kecil. Hal itu pula yang dirasakan Jonatan Christie, tunggal putra Indonesia.
Menurut Jonatan, hal itu adalah pengorbanan terbesar yang dilakukannya. Seperti yang diungkapkan Jonatan Christie sebelumnya, ia sudah mulai menggeluti dunia bulu tangkis sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Advertisement
Baca Juga
Momen pertamanya memegang raket adalah saat berusia 6 tahun. Ayahnya, Andreas Adi Siswa, yang mengarahkan Jonatan untuk menggeluti bulu tangkis.
Alasan Andreas pun cukup unik, karena takut kulit putranya menghitam. Namun, alasan itu justru mengarahkan Jonatan untuk lebih serius menggeluti bulu tangkis.
Karena hal itu pula Jonatan Christie yang akrab disapa Jojo itu pun harus melakukan pengorbanan besar. Ingin serius menjadi atlet bulu tangkis membuatnya harus berpisah dengan kedua orangtuanya sejak kecil.
"Dari kecil kita memang sudah benar-benar berkorban. Bukan hanya saya saja, dari Papan saya, Mamah saya, dari Nenek saya, keluarga saya semua, semuanya tuh benar-benar berkorban. Tapi untungnya mereka benar-benar, apa ya, mensupport saya," kata Jonatan Christie saat ditemui Liputan6.com di Lapangan Pelatnas PB PBSI, Cipayung, Kamis (30/8/2018).
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di sini.
Â
Pengorbanan Lain
Sampai sekarang hingga jadi atlet profesional pun Jonatan harus rela jauh dari keluarga. Momen untuk bertemu dengan ayah dan ibunya hanya didapat saat ia libur latihan. Masalahnya, sebagian besar atlet bulu tangkis memiliki jadwal padat kejuaraan yang harus diikuti.
Selain jauh dari keluarga, pengorbanan lain yang dilakukan Jonatan adalah tak bisa serius mengenyam ilmu pendidikan. Namun, melihat kesuksesannya merebut emas tunggal putra Asian Games 2018 usai mengalahkan Chou Tien-chen (Taiwan) di Istora Gelora Bung Karno (GBK), Selasa (28/8/2018), jelas pengorbanan itu tak percuma.
Advertisement
Karakter Disiplin
"Yang paling berasa itu di saat saya umur 7 tahun. Waktu saya kelas 2 lebih tepatnya, saya sudah harus latihan dari pukul 4 pagi. Latihan jam 4 sampai jam 6, dan jam 3 sore sampai jam 5. Itu selama 5 tahun. Itu salah satu pengorbanan saya juga bisa jadi atlet," ujar pebulu tangkis berusia 20 tahun itu.
"Tapi untungnya setelah dari SD itu, lama-lama kita kan dapat dispensasi sekolahnya dari pemerintah. Jadi kita hanya ikut ujian, tapi saya tetap berjalan dengan homeschooling. Dan dari situ, jadi terbentuk karakter disiplinnya. Latihannya bisa lebih dari di mana orang lain hanya 2 kali saya jadi bisa 3 kali. Itu salah satu yang membangun karakter saya juga sih," ia menjelaskan.