Euforia Jokowi Capres Hanya Sesaat, Pasar Tunggu Calon Duetnya

Euforia Joko Widodo (Jokowi) masuk bursa Calon Presiden (Capres) diperkirakan hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 19 Mar 2014, 16:49 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2014, 16:49 WIB
JORA, Dukungan Simpatisan Untuk Jokowi
Simpatisan Jokowi yang menamakan diri Jokowi Untuk Nusantara mendeklarasikan diri sebagai tim relawan pemenangan Jokowi untuk pilpres 2014.
Liputan6.com, Jakarta Euforia Joko Widodo (Jokowi) masuk bursa Calon Presiden (Capres) diperkirakan hanya akan berlangsung dalam jangka pendek.
 
Pasalnya investor atau pelaku pasar kini lebih menantikan pendamping Gubernur DKI Jakarta itu sebagai Wakil Presiden (Wapres) nantinya. 
 
Dalam kesempatan diskusi dengan wartawan, Kepala Ekonom Danareksa Research Institute, Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, pasar ingin melihat calon pemimpin yang bersahabat dan diterima banyak kalangan sehingga Jokowi Effect beberapa hari lalu mendongkrak laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan kurs rupiah. 
 
"Dalam jangka pendek iya, tapi pada akhirnya yang menentukan adalah kebijakan dan pondasi ekonominya bergerak ke mana. Sekarang ini pasar ingin melihat kebijakan Jokowi dan wapresnya siapa," kata dia di Jakarta, Rabu (19/3/2014). 
 
Purbaya menjelaskan, pencalonan Jokowi semakin menambah sentimen positif dari pasar sehingga mendorong penguatan IHSG dan nilai tukar rupiah. Namun penguatan tersebut justru dimulai sebelum pengumuman Jokowi resmi dinobatkan sebagai capres.
 
"Sekarang kan (IHSG dan rupiah) sudah jatuh lagi. Itu karena kenaikan IHSG beberapa hari lalu terlalu tinggi sebesar 3% atau hampir 150 poin dibandingkan yang seharusnya jadi ada profit tacking. Tapi memang bursa saham selalu naik turun, koreksi satu atau dua hari," jelas dia.  
 
Sayangnya, Purbaya menilai sosok Jokowi selama ini hanya membicarakan kebijakan yang bersifat populis sehingga kebijakan ekonominya belum terlihat secara nyata. 
 
"Kalau jangka pendek sih bisa laku, tapi kalau jangka panjang tidak bisa dengan Presiden yang populis saja. Kita butuh strategi, negara kita mau dibawa ke mana. Kalau tidak, bisa disikat orang lain dan negara kita runtuh juga," pungkas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya