RI Stop Ekspor Mineral, China Terpaksa Cari Sumber Lain

Kebijakan Indonesia melarang ekspor mineral mentah telah berdampak terhadap berkurangnya pasokan bijih mineral di dunia.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 12 Mei 2014, 07:38 WIB
Diterbitkan 12 Mei 2014, 07:38 WIB
Tambang
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan Indonesia melarang ekspor mineral mentah telah berdampak terhadap berkurangnya pasokan bijih mineral di dunia. Kondisi ini memaksa China mencari sumber bauksit dan nikel dari negara lain.

Mulai 12 Januari 2014, pemerintah melarang ekspor bijih mineral mentah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral. Beberapa perusahaan tambang telah mendapatkan pengecualian sampai 2017 asalkan bersedia membangun fasilitas pengolahan.
 
Dilansir dari Sea Trade Global, Senin (12/5/2014), China saat ini tercatat sebagai importir bijih mineral terbesar dari Indonesia, dengan volume perdagangan 110 juta ton per tahun.

Kepala Departemen Riset Banchero Costa & Co,  Ralph Leszczynski, China tengah berupaya keras mencari bijih nikel dan bauksit agar smelter mereka bisa terus beroperasi.

Senior Manajer Drewry Shipping Consultants Jayendu Krishna, negara-negara langganan mineral Indonesia memperoleh untung lebih besar jika membeli mineral dalam bentuk mentah ketimbang diolah. "Sementara dari prespektif Indonesia, kebijakan itu sangat bagus," jelasnya.

Dia juga menyebutkan China telah menyatakan minatnya untuk mengimpor bijih mineral dari Afrika Barat. "Kebijakan ini memberi dampak positif bagi pasar mineral secara keseluruhan," tuturnya.  

Direktur Nam Cheong Pioneer Slyvester Wong meyakini pemerintah kota Tianjin, China telah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di proyek smelter di Indonesia. " China tidak takut berinvestasi," terangnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya