Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha pelayaran menyesalkan penutupan alur pelayaran Sungai Barito, Marabahan di Kabupaten Barito Kuala sejak 5 Juni 2014 oleh Dinas Perhubungan setempat atas perintah Bupati Barito Kuala sehingga kegiatan pelayaran dari hilir ke hulu terhenti.
Carmelita Hartoto, Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menegaskan keberadaan alur tersebut dilindungi UU.
"Saya mengharapkan kepada Bupati Barito Kuala untuk memperbolehkan armada pelayaran beroperasi seperti semua. Bila tarif belum disepakati, sebaiknya dibicarakan yang rasional atas permintaan tarif yang diinginkan. Karena tarif yang tidak rasional sangat mengancam kebangkrutan perekonomian setempat dan nasional," kata dia, Minggu (8/6/2014).
Advertisement
Dia mengkhawatirkan penutupan alur ini akan menyandera perekonomian masyarakat setempat dan berdampak luas bahkan merugikan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
"Soal alur ini, kami mengikuti aturan yang ada. Kalau ditutup, kami juga tidak bisa beroperasi. Kami minta maaf kepada masyarakat. Bisnis as usual seharusnya tetap jalan. Keselamatan dan keamanan pelayaran selama ini tidak ada masalah. Seharusnya Bupati setempat memahami konteks permasalahan yang seutuhnya, tidak menggunakan wewenang yang sepihak. Jelas saya protes keras atas kebijakan Bupati Barito Kuala," tegas dia.
Menurut Carmelita, Pemerintah Daerah harusnya membiarkan proses negosiasi tarif tanpa ada intervensi termasuk dengan menutup alur karena masalah alur itu ranahnya Kementerian Perhubungan.
"Saya tidak ingin, kegiatan operasional dari Steakholders kami disandera sehingga tidak beroperasi. Mereka berteriak kepada kami. Ini sudah menjadi preseden buruk," tegas dia.
Bupati Barito Kuala melalui suratnya No.180/1258/Hukum perihal Penegasan Pelaksanaan Wajib Pandu di Perairan Wajib Pandu Marabahan, Kabupaten Barito Kuala, tertanggal 26 Mei 2014 menegaskan akan menutup alur pelayaran sejak Kamis, 5 Juni 2014.
Penutupan alur tersebut dilakukan setelah perusahaan PT Pelabuhan Barito Kuala Mandiri (PT PBKM) dan operator pelayaran yang tergabung ke dalam INSA Banjarmasin belum mencapai kesepakatan soal besaran tarif pandu.
"Jika ternyata armada pelayaran Saudara tetap memasuki wilayah wajib pandu tersebut, Pemerintah Kabupaten Barito Kuala tidak bertanggung jawab terhadap konsekwensi apapun yang berdampak terhadap perusahaan saudara," tulis surat itu. (Nrm)