80% Masyarakat Indonesia Suka Produk Pakaian Tiruan

Ade juga memperkirakan pakaian jadi yang masuk ke Indonesia secara ilegal juga terus meningkat setiap tahunnya.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Jun 2014, 15:08 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2014, 15:08 WIB
Sambut Ramadan, Tanah Abang Mulai Diserbu Pengunjung
Sejumlah pedagang di Pasar Tanah Abang memberikan diskon untuk menarik pembeli, Jakarta, Kamis (26/6/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Meski pengusaha lokal sudah mampu memproduksi pakaian jadi dengan kualitas yang baik, namun masyarakat Indonesia rupanya masih senang membeli produk pakaian impor. Bahkan sebagian besar barang yang diimpor tersebut merupakan produk tiruan dengan kualitas yang lebih rendah atau KW.

"Kebanyakan yang diimpor itu barang KW, karena 80% masyarakat Indonesia masih suka produk KW," ujar Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat saat konferensi pers di Kantor API, Gedung Surveyour Indonesia, Jakarta, Senin (30/6/2014).

Dia menjelaskan, masih gemarnya orang Indonesia akan produk impor tersebut karena harga yang ditawarkan lebih murah jika dibandingkan dengan harga produk dalam negeri. "kami masih dihinggapi oleh kenaikan yang disebabkan oleh kenaikan energi (listrik), yang membuat harga pakaian jadi dalam negeri naik 15 persen-20 persen. Sedangkan produk impor kan tidak terkena kenaikan listrik," lanjutnya.

Menurut Ade, produk pakaian jadi impor hanya dilemahkan oleh nilai dolar terhadap nilai tukar mata uang asal produsen pakaian impor tersebut. Namun itu pun menimbulkan selisih yang relatif kecil dan tanpa diikuti oleh kenaikan biaya energi di negaranya.

"Sedangkan kenaikan kami 15 persen-20 persen. Jelas impor lebih kompetitif. Hitungan seperti itu harus didalami, hal ini buat impor lebih bergairah," kata dia.

Selain itu, Ade juga memperkirakan pakaian jadi yang masuk ke Indonesia secara ilegal juga terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini karena peluang yang besar dan pendapatan yang diterima importir dari produk-produk ilegal tersebut lebih besar 70 persen jika dibandingkan produk yang masuk secara legal.

"Ya namanya juga ilegal, kami bisa merasakan, tapi tidak bisa membuktikan. Saya bilang lebih dari 100 persen (peningkatan impor ilegal per tahun). Dia (importir) melihat peluang. Peluang banyak, tapi saya tidak mau melakukan. Kalau saya mencintai diri saya sendiri, udah saya lakukan dari dulu," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya