Liputan6.com, Jakarta - Anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa hari terakhir memberatkan industri dalam negeri, terutama yang masih mengandalkan bahan baku impor seperti industri tahun dan tempe yang masih bergantung pada kedelai impor dari AS.
Untuk mengantisipasi hal ini, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel (Mendag) mengaku akan berkoordinasi dengan para importir dan pedagang kedelai untuk memastikan stok komoditas tersebut mencukupi sehingga tidak menganggu kelangsungan industri tempe dan tahu.
"Pemerintah memberi perhatian khusus pada masalah kedelai. Karena begitu banyak impor, jadi ada dampak kenaikan. Pemerintah sudah memikirkan untuk mengatasi dampak kenaikan ini. Kami akan memanggil pedagang kedelai," ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan di Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Dia menjelaskan, dengan stok kedelai yang tersedia mencapai 400 ribu ton, masih mencukupi kebutuhan industri tempe dan tahu lokal yang sebesar 200 ribu ton per bulan.
"400 ribu ton stok saat ini. Konsumsi kita cuma 200 ribu per bulan, jadi cukup. Hanya saja pedagang khawatir kalau beli lagi rupiahnya melemah," lanjutnya.
Untuk itu, Rachmat meminta industri tempe dan tahu dalam negeri tidak perlu khawatir akan berhenti prodksi karena kekurangan pasokan kedelai.
Dia juga menyatakan telah berkoordinasi dengan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Anak Agung Gde Ngurah Puspayoga untuk mengantisipasi hal ini.
"Secara stok cukup. Saya bersama dengan Pak Menkop akan koordnasi mengatasi pelemahan itu sendiri supaya para pengrajin tempe dan tahu nggak cemas. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan," tandasnya. (Dny/Nrm)