Tiga Negara Ini Mata Uangnya Menguat Terhadap Dolar AS

Penguatan dolar terhadap mata uang negara lain pada tahun ini belum separah dibanding tahun lalu.

oleh Septian Deny diperbarui 30 Mar 2015, 17:19 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2015, 17:19 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan rupiah tersebut tak sendiri. Mata uang beberapa negara lain juga mengalami pelemahan bahkan lebih dalam jika dibanding dengan rupiah. Namun memang, ada juga mata uang yang menguat terhadap dolar AS.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara mengatakan, pelemahan juga terjadi terhadap mata uang lain, bahkan ada mata uang yang melemah jauh lebih dibanding rupiah.  "Sekarang dolar AS memang menguat terhadap hampir semua mata uang," ujarnya dalam Seminar Sinergi Fiskal dan Moneter Di Era Jokowinomics, Jakarta, Senin (30/3/2015).

Dia menjelaskan, penguatan dolar terhadap mata uang negara lain juga saat ini belum separah dibanding tahun lalu. Seperti pada 2014 mata uang Euro melemah 13 persen terhadap dolar, tetapi tahun ini hanya sebesar 10 persen.

"Tahun lalu mata uang Denmark melemah 13 persen, tahun ini 10,7 persen. Swedia tahun lalu 20 persen, tahun ini 9,8 persen. Norwegia tahun lalu 21,5 persen, tahun ini 5 persen. Australia 8,8 persen, tahun ini 4,2 persen. Malaysaia tahun lalu 6,8 persen, tahun ini 4,7 persen," jelas dia.

Pelemahan yang cukup dalam dialami oleh mata uang Brasil dan Turki. Mata uang Brasil pelemahannya hampir sama dengan tahun lalu. "Brasil melemah 20 persen tahun lalu, tahun ini sudah 19 persen. Turki tahun ini sudah 11 persen," jelasnya.

Oleh sebab itu, ia mengganggap pelemahan rupiah belum terlalu dalam. "Rupiah hanya 2 persen. Pelemahan dolar terhadap hampir semua mata uang. Jadi mata uang orang bule pun melemah, bahkan lebih dalam dari kita," lanjutnya.



Dalam kondisi seperti ini, lanjut Mirza, sebenarnya tidak selamanya membawa dampak negatif. Dia mencontohkan, bagi pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di negara lain, kondisi seperti ini membawa keuntungan karena akan lebih banyak uang saku yang bisa dibelanjakan.

"Kalau sekarang orang Indonesia dapat tugas belajar ke Eropa, dikasih rupiah, mereka bisa belanja buku lebih banyak, yang belajar di Australia juga begitu. Ini fakta," katanya.

Meski demikian, ada juga negara yang mata uang tidak mengalami pelemahan terhadap dolar, seperti Filipina. "Tahun lalu Filipina hanya melemah 0,7 persen dan tahun ini bisa dikatakan stable karena 0 persen," ungkapnya.

Bahkan beberapa negara malah mengalami penguatan terhadap dolar AS, seperti Taiwan, Thailand dan India. "India tahun lalu hampir sama dengan kita yaitu 2 persen dan tahun ini bisa apresiasi 0,6 persen, tidak melemah. Thailand tahun lalu 0,3 persen, tahun ini menguat 1,1 persen. Jadi Thailand, India dan Taiwan yang menguat, yang lain pelemahannya dalam sekali," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya