Pengusaha Keluhkan Pembekuan Izin Usaha Kehutanan

Hal ini mengganggu proses produksi industri pengolahan hasil hutan.

oleh Septian Deny diperbarui 22 Des 2015, 18:53 WIB
Diterbitkan 22 Des 2015, 18:53 WIB
20150912-TNI Bantu Padamkan Kebakaran Lahan di Sumatera
Seorang petugas pemadam dari Kementerian Kehutanan Indonesia, bersama anggota TNI menyemprotkan air ke hutan lahan gambut di Parit Indah Desa, Kampar, Riau, Rabu (9/9/2015). Kebakaran lahan menyebabkan kabut asap di sejumlah wilayah. (REUTERS/YT Haryono)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha pengolahan hasil hutan mengeluhkan keputusan pemerintah yang membekukan izin usaha pada sejumlah perusahaan pasca kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan, akibat pembekuan tersebut, sekitar 1 juta hektar (ha) lahan tidak dapat diolah. Hal ini mengganggu proses produksi industri pengolahan hasil hutan.

"Hingga saat ini tidak ada kepastian kapan pembekuan izin tersebut dicabut meski perusahaan telah mengupayakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan," ujarnya di Jakarta, Selasa (22/12/2015).

Dia menjelaskan, selain pembekuan, pemerintah juga tidak mengizinkan penyiapan lahan baru untuk penanaman pada lahan gambut. Sementara itu, lahan eks kebakaran diambilalih oleh pemerintah.

Ketentuan ini rencananya akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) yang hingga saat ini belum diterbitkan.

"Kebijakan pembekuan dan pencabutan izin serta pengembalian areal kepada pemerintah seharusnya tidak bisa berlaku surut sebelum adanya ketentuan yang mengatur," jelasnya.

Oleh sebab itu, Purwadi berharap pemerintah memberikan kesempatan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk tetap beroperasi dan melaksanakan rehabilitasi penanaman pada lahan bekas kebakaran yang ada di dalam lahan konsesi.

Dengan demikian akan mencegah lahan menjadi areal terbuka yang justru akan menjadi sumber kebakaran.

Selain itu pemerintah diharapkan juga bisa melakukan pengawasan ketat agar pelaksanaan penanaman hutan menjadi lebih transparan.

"Untuk areal dengan tingkat kerawanan sosial yang tinggi, kegiatan penanaman bisa dilakukan dengan kegiatan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan pemegang izin," tandas dia. (Dny/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya