Buruh Geram Pengusaha Tolak UU Tapera

Buruh yang tergabung dalam KSPI akan melawan pengusaha apabila mengajukan gugatan terhadap UU Tapera.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Feb 2016, 17:01 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2016, 17:01 WIB
20160217-Ratusan Buruh Beraksi Tuntut Pencabutan Status Tersangka-Jakarta
Beberapa buruh wanita terlihat ikut dalam aksi di lapangan DitSabhara Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (17/2/2016). Dalam aksinya, mereka meminta pencabutan status tersangka pada 26 orang buruh aktivis. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana melawan pengusaha apabila akan menggugat Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) atau membawanya ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diuji kembali (judical review).

"Kalau pengusaha menggugat agar UU Tapera dibatalkan tanpa memberikan solusi, maka KSPI akan melawan dan menolak keras gugatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)," tegas Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (26/2/2016).

 

Said menyayangkan sikap pengusaha yang menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tabungan ini sangat penting bagi para pekerja untuk bisa mendapatkan rumah layak dan mensejahterakan rakyat, terutama Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Rumah sekarang ini sudah menjadi barang mewah bagi buruh, padahal rumah merupakan kebutuhan dasar. Jadi kami menyesalkan sikap skeptis dari pengusaha yang menolak Tapera, karena Tapera bukan sebuah pemalakan. Jangan cuma teriak-teriak tolak tanpa memberi solusi," katanya.

Menurutnya, tidak ada alasan bagi pengusaha menolak Tapera karena ini menyangkut masa depan buruh memperoleh rumah layak, sehat, nyaman dan sesuai standar dengan harga terjangkau.

"Kalau pengusaha menolak, sama saja pengusaha membiarkan 80 persen buruh tidak punya rumah, tinggal dikontrakkan sempit dan kumuh. Karena dengan DP dan cicilan rumah yang besar, buruh mustahil bisa punya rumah, apalagi upahnya rendah," terang Said.

Dalam pelaksanaan Tapera, kata Said, buruh meminta kepada pemerintah beberapa hal. Pertama, iuran yang dibayarkan buruh, nilainya harus seimbang dengan pengusaha agar tidak memberatkan pekerja. Contohnya, jika iuran pengusaha 1,5 persen, maka buruh pun harus 1,5 persen sehingga memenuhi kewajiban iuran 3 persen.

Kedua, harus ada badan pengelola khusus Tapera atau semacam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Rumah. Skema lainnya program Tapera bisa masuk menjadi program BPJS Ketenagakerjaan sepanjang tidak bertentangan dengan UU BPJS.

Kemudian menunjuk PT Perumnas (Persero) sebagai pelaksana pembangunan dan dana iuran Tapera disimpan di BTN dengan tujuan membangun rumah saja.

Syarat ketiga, perwakilan serikat pekerja wajib menjadi dewan pengawas di badan pengelola khusus BPJS Rumah karena akumulasi iuran buruh dan pengusaha sangat besar dengan nilai Rp 32,4 triliun per tahun atau Rp 2,7 triliun per bulan.

Dengan penghimpunan dana tersebut, pemerintah dan pengembang bisa membangun satu juta rumah.

"Paling penting cabut PP 78 Tahun 2015 yang diklaim kebijakan upah murah supaya buruh bisa membayar iuran Tapera. Jika usulan atau syarat buruh ini tidak diterima, maka sikap buruh menolak UU Tapera," tandas Said. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya