Pengusaha Ngaku Selalu Dikejar-kejar Soal Pajak

(HIPMI) mengeluhkan perburuan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam mengumpulkan setoran pajak hanya bertumpu pada pengusaha.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Apr 2016, 21:40 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2016, 21:40 WIB
Ilustrasi Pajak (3)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengeluhkan perburuan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam mengumpulkan setoran pajak hanya bertumpu pada pengusaha. Sementara ekstensifikasi dengan menambah Wajib Pajak (WP) lain terutama Orang Pribadi (OP) belum optimal.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat HIPMI, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, basis WP di Indonesia baru 20 persen dari total penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa. Padahal sangat penting menambah jumlah WP demi meningkatkan penerimaan pajak dan menciptakan rasa keadilan.

"Karena WP baru sedikit, pengusaha deh yang diuber-uber ke sana kemari. Kita jangan diperas terus dong," ujarnya saat ditemui di kantor HIPMI, Jakarta, Rabu (13/4/2016).

Solusinya, kata Bahlil, pemerintah perlu mendorong kehadiran 1,6 juta pengusaha baru untuk memenuhi target ideal jumlah pengusaha sebesar 2 persen dari total penduduk Indonesia. Saat ini, basis pengusaha di Tanah Air baru 1,5 persen atau jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura yang mencapai 7 persen.

"Kita (pengusaha lama) terus dikenakan pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi, Badan, belum lagi pajak dividen. Seharusnya kan pemerintah juga mendorong penambahan pengusaha baru 1,6 juta supaya bisa menutup target penerimaan pajak dan defisit," sarannya.

Menurut Bahlil, sangat penting bagi pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengusaha Pemula guna memenuhi target 2 persen jumlah pengusaha di Indonesia. Jika tidak, ia bilang, basis pengusaha tidak akan bertambah akibat ketiadaan regulasi yang memihak pengusaha pemula

"Di India, ijazah S1 dan D3 bisa dijadikan agunan untuk pinjam uang di bank. Sedangkan di Indonesia, mau pinjam uang, harus punya neraca keuangan 3 tahun terakhir, boro-boro baru selesai kuliah mau pinjam uang di bank suruh laporkan neraca keuangan itu. Ini cara kita yang membuat kita jadi pembohong," paparnya.

Atas dasar itu, Bahlil menyatakan, Indonesia harus berbenah diri untuk memajukan bangsa melalui pembangunan. Salah satu andalannya penerimaan pajak di saat harga komoditas jatuh beberapa tahun terakhir.

"Dengan begitu, pengusaha mendukung kebijakan tax amnesty untuk mendapatkan penerimaan pajak yang optimal, di samping ekstra effort lainnya," katanya. (Fik/Zul)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya