Liputan6.com, Chicago - Harga emas dunia bergerak reli pada perdagangan menjelang akhir pekan ini setelah data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) mengecewakan pada Mei. Rilis data tenaga kerja itu menunjukkan ekonomi AS hanya menambah sedikit pekerja.
Harga emas untuk kontrak Agustus naik 2,5 persen atau US$ 30,30 ke level US$ 1.242,90 per ounce. Penguatan itu tertinggi dalam 11 minggu. Selama sepakan, harga emas telah naik 2,2 persen.
Selain itu, harga perak untuk pengiriman Juli naik 2,1 persen menjadi US$ 16.365 per ounce. Kenaikan harga perak itu terbesar dalam satu hari. Sepekan ini, harga perak menguat 0,6 persen.
Sentimen rilis data tenaga kerja AS mempengaruhi pasar keuangan dan komoditas termasuk emas. Data tenaga kerja hanya naik 38 ribu pada Mei, dan ini terlemah dalam dua bulan. Sebelumnya ekonom memperkirakan tenaga kerja bertambah 155 ribu. Tingkat pengganguran turun 4,7 persen.
Baca Juga
Pelaku pasar merespons hasil data tenaga kerja sehingga memangkas kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga bank sentral AS pada Juni dan Juli.
"Laporan data tenaga kerja mengubah situasi dan permainan karena pelaku pasar telah mengantisipasi kebijakan banl sentral AS untuk menaikkan suku bunga pada Juni atau Juli. Kelihatannya kenaikan suku bunga bank sentral AS tak terjadi pada Juni," ujar Direktur Lin Group Ira Epstein seperti dikutip dari laman Marketwatch, Sabtu (4/6/2016).
Menjelang akhir pekan ini, indeks dolar AS bergerak 1,6 persen lebih rendah. Hal itu mendukung penguatan harga komoditas karena lebih murah bagi pemegang mata uang asing selain dolar AS.
"Harga emas tela memiliki kenaikan harga. Seiring pelaku pasar membeli emas sebagai aset lindung nilai untuk investasinya," ujar Nico Pantells, Kepala Riset Secular Investor.
Ia memperkirakan, harga emas akan sentuh level resistancenya US$ 1.247 dalam jangka pendek. "Jika level resistance itu ditembus maka harga emas akan sentuh level US$ 1.300," ujar dia. (Ahm/ndw)