Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) terus melakukan reformasi fiskal, terutama penghematan uang rakyat supaya postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap sehat. Upaya ini dilakukan agar defisit anggaran terjaga pada level yang aman, yakni di bawah 3 persen.
Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)Â Sudhamek AWSÂ mengungkapkan, penerimaan pajak setiap tahunnya tidak pernah mencapai target, termasuk perkiraan di APBN 2016. Pemerintah, sambungnya, menaruh harapan besar pada kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) demi mengejar target penerimaan pajak Rp 1.360 triliun.
"APBN dulu (pemerintahan sebelumnya), saat penerimaan negara turun, pengeluaran justru naik sehingga menimbulkan defisit yang besar. Tapi sekarang Pak Jokowi tidak mau seperti itu, kalau penerimaan turun, pengeluaran juga harus ditekan," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com,Jakarta, Senin (6/6/2016).
Baca Juga
Pemerintah, kata Sudhamek, berkomitmen mengelola anggaran negara supaya tidak membawa persepsi negatif atau buruk di kalangan investor. Dengan begitu, Presiden Jokowi memangkas anggaran negara hingga lebih dari Rp 50 triliun di APBN Perusahaan 2016.
"Dulu itu kondisinya ironis. Tapi sekarang dengan efisiensi, pemerintah punya sense of crisis, memotong anggaran operasional saat penerimaan sedang turun. Untungnya realisasi atau penyerapan anggaran belanja produktif seperti belanja modal tinggi," terang Pendiri GarudaFood itu.
Dia menegaskan, pemangkasan anggaran berlaku bagi program-program yang menghabiskan biaya tinggi dengan manfaat atau benefit minim, bahkan dalam jangka panjang. Pemotongan anggaran tidak menyasar program prioritas pemerintah.
"Kalau mau dipangkas itu anggaran, banyak sekali tapi jangan untuk belanja investasi yang punya dampak besar ke rakyat dan ekonomi. Setiap cost kan ada benefit, tapi kalau tidak memberikan benefit, kenapa tidak ditekan atau dipotong," harap Sudhamek.
Advertisement