Tetapkan Cukai, Pemerintah Diminta Libatkan Industri

Industri harus jadi acuan utama cukai rokok karena merupakan subjek pajak dan cukai yang akan ditarik pemerintah.

oleh Nurmayanti diperbarui 14 Jun 2016, 14:14 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2016, 14:14 WIB
Proses pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah industri rokok di Kediri, Jatim. Saat ini tinggal 75 industri rokok yang bertahan akibat tarif cukai tembakau naik setiap tahunnya. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta melibatkan industri dalam menentukan besaran cukai rokok. Industri harus jadi acuan utama karena merupakan subjek pajak dan cukai yang akan ditarik pemerintah.

Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan, cukai industri hasil tembakau (IHT) tidak bisa semata mengedepankan perspektif kesehatan. Justru seharusnya ada pandangan industri yang selama ini menyumbang pendapatan ke negara.

Yustinus menilai, saat ini kontribusi cukai IHT dari sebatang rokok sudah besar. Dari harga eceran sebatang rokok, meliputi 57 persen cukai, 10 persen PPN, dan 10 persen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan demikian, dari harga rokok itu, sudah sebesar hampir 70 persen disetorkan ke negara.

Dia meminta pemerintah bijak terkait cukai ini. Kalau paradigma kesehatan yang dikedepankan pemerintah dengan mengerek cukai tinggi tinggi dan kemudian konsumsi menjadi terbatas, justru akan mengundang munculnya rokok ilegal. “Ketika pengawasan buruk, justru akan memperbanyak rokok ilegal,” ujar dia di Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Menurunnya konsumsi juga bakal menggerus industri rokok. Terkait ini, Yustinus mempertanyakan, apakah pemerintah sudah menyiapkan konversi tenaga kerja. Saat ini, ada sekitar 6 juta pekerja yang terlibat langsung dengan IHT.

Demikian juga dengan penggunaan dana PDRD yang besarnya mencapai 10 persen dari cukai rokok yang dibayarkan industri. Jadi kalau pada tahun lalu, industri rokok berhasil setor cukai sebesar Rp 139 triliun, mereka juga harus setor PDRD sebesar Rp 13,9 triliun.

Menurut dia, roadmap pemerintah di sektor kesehatan dan penerimaan negara juga cenderung tidak jelas. Sebab itu harus ada kebijakan komprehensif yang beriringan, melindungi IHT, tenaga kerja, sekaligus mengamankan penerimaan negara dari cukai.

"Sekarang ini selalu tarik menarik antar kementerian sehingga industri menjadi korban, dan ujungnya masyarakat juga yang jadi korban," dia menjelaskan.

Sementara pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng, menyatakan sikap pemerintah dalam hal kebijakan IHT terutama cukai yang terus naik dengan dalih kesehatan akibat pengaruh kuat dari kelompok antitembakau. Sehingga melahirkan banyak regulasi yang pada intinya membatasi pertumbuhan IHT. 
 

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya