Liputan6.com, Jakarta Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan pemerintah perlu melakukan deregulasi aturan rokok guna mewujudkan Indonesia Incorporated sebagaimana dinyatakan Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan mengapresiasi pidato Presiden pada acara sarasehan dengan para pelaku ekonomi pada 8 April 2025 terkait semangat Indonesia incorporated yang mana pemerintah dan pelaku bisnis harus berjalan seiringan untuk mencapai tujuan yang sama di bawah satu komando presiden guna menjadikan Indonesia bangsa yang sejahtera dan bermartabat.
Baca Juga
"Kami GAPPRI yang menaungi industri hasil tembakau (IHT) kretek bangga sebagai bagian dari Indonesia Incorporated yang selama ini telah berkontribusi sangat besar dalam penyerapan lapangan kerja (padat karya) dan menyumbangkan pemasukan kepada negara berupa cukai dan pajak," kata Henry dikutip dari Antara, Kamis (10/4/2025).
Advertisement
Namun menurut dia, saat ini terdapat 500 peraturan, baik fiskal dan nonfiskal, yang dibebankan pada IHT kretek. Padatnya aturan (heavy regulated) tersebut berekses negatif di lapangan karena aturan tidak incorporated, lebih banyak mengadopsi kepentingan pesaing bisnis global yang masuk melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC)-WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia.
Salah satu dampak signifikan akibat padatnya peraturan adalah kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tidak mencapai target, lanjutnya, yang mana pada 2024 sebesar Rp216,9 triliun atau 94,1 persen dari target Rp230,4 triliun selain itu produksi rokok legal juga terus menurun.
"Situasi IHT kretek saat ini memerlukan deregulasi. Pemerintah perlu meninjau ulang atau sinkronisasi peraturan satu dengan lainnya sehingga memberikan rasa keadilan demi cita-cita kemandirian ekonomi nasional," kata Henry Najoan.
Selain itu, tambahnya, GAPPRI mengusulkan empat poin penting kepada pemerintah yakni tidak menerbitkan kebijakan yang dapat memberatkan IHT kretek agar IHT kretek bisa resilien dan memberi peluang pemulihan atas keterpurukan bisnis dan tekanan rokok murah yang tak jelas asal dan produsennya.
Rencana Kemasan Polos Rokok
GAPPRI, lanjutnya, juga menolak rencana kemasan polos (plain packaging), sebab hal itu akan membuat IHT legal gulung tikar karena semakin susah membedakan antara satu merek dengan merek lain
Selain itu, diperlukan adanya relaksasi pembayaran pemesanan pita cukai dari 60 hari menjadi 90 hari untuk memberikan daya tahan ekonomi pabrikan rokok atas dampak yang ditimbulkan.
“Pabrik rokok memang butuh insentif, tapi situasi seperti ini negara juga membutuhkan pemasukan,” ujarnya.
Advertisement
Moratorium Kenaikan Tarif Cukai Rokok
Kemudian, mendorong moratorium kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) agar IHT bisa pulih terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya.
Mendorong kebijakan tarif cukai yang inklusif dan berkeadilan secara seimbang bagi aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau, peredaran rokok ilegal dan penerimaan negara melalui Peta Jalan (Roadmap) lndustri Hasil Tembakau 2025-2029.
GAPPRI juga mendukung terus dilaksanakan operasi gempur rokok ilegal dengan melakukan penindakan secara tegas sampai ke produsen ilegalnya.
