Liputan6.com, Jakarta - Penerimaan pajak yang disusun Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati ditetapkan turun menjadi Rp 1.250,7 triliun dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Sementara kebutuhan utang mengalami kenaikan menjadi Rp 389 triliun.
Sri Mulyani mengakui bahwa terjadi penurunan target penerimaan pajak dari Rp 1.355,2 triliun (PPh Migas dan Non Migas) di revisi APBNP 2016 menjadi Rp 1.250,7 triliun. Terdiri dari Pajak Non Migas Rp 1.271,7 triliun dan PPh Migas Rp 33 triliun.
"Sumber penerimaan dari perusahaan yang aktivitas ekonominya berbasis komoditas dilihat akan mengalami penurunan income sehingga pajak yang dibayarkan lebih rendah. Kondisi ini dikombinasi dengan masih lesunya aktivitas perdagangan internasional ekspor impor," jelasnya di Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu karena masih ada defisit anggaran yang diperkirakan 2,41 persen terhadap PDB atau Rp 332,8 triliun di RAPBN 2017, Sri Mulyani mengaku, kebutuhan pembiayaan untuk menambal defisit ini sebesar Rp 332,8 triliun.
Jumlah ini naik dibanding defisit di APBN-P 2016 yang dipatok sebesar Rp 296,7 triliun atau 2,35 persen terhadap PDB. Defisit ini ditambal dengan utang senilai Rp 371,6 triliun.
"Kebutuhan itu akan dibiayai dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto Rp 389 triliun, pembiayaan investasi negatif 49,1 triliun, pemberian pinjaman negatif Rp 6,4 triliun, kewajiban penjaminan negatif Rp 900 miliar dan pembiayaan lain Rp 300 miliar," terang Sri Mulyani.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menambahkan, pemerintah diperkenankan menarik utang lebih awal untuk menutup defisit RAPBN tahun depan.
"Kita lihat di Desember 2016 apakah opsi penarikan utang di awal bisa dilakukan, pasarnya bagus tidak, kondisi keuangan bagaimana. Kalau ada banyak uang tebusan dari tax amnesty, kita lihat lagi. Kalau dilihat kondisi (ekonomi) di Januari memburuk, mendingan kita ambil sekarang," terang Robert. (Fik/Gdn)