Sri Mulyani: RI Berpotensi Jadi Negara Pusat Produksi dan Pasar

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia berpeluang besar menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 dunia

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Agu 2016, 18:45 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2016, 18:45 WIB
20160816-Sidang-MPR-Jakarta-Jokowi-FF
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat menghadiri sidang tahunan MPR RI di ruang rapat paripurna 1 Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (16/8). Presiden Jokowi berpidato kenegaraan menyampaikan tentang pencapaian kinerja pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia berpeluang besar menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke-7 dunia di 2030. Prediksi ini didukung oleh potensi sumber daya alam dan manusia yang mampu mendorong ekonomi Indonesia terus bertumbuh melalui pengelolaan dan kebijakan yang tepat.

Dijelaskan Sri Mulyani, Indonesia memiliki ukuran ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) senilai US$ 862 miliar. Di dunia, Indonesia masuk dalam 16 besar negara dengan ekonomi terbesar. Sementara jumlah penduduk sebanyak 255,9 juta jiwa.

"Indonesia berpotensi menjadi negara pusat produksi dan pasar, ini adalah kombinasi yang powerful. Karena basis penduduk Indonesia akan mencapai 350 juta di 2030," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (24/8/2016).

Potensi ini, sambung Sri Mulyani, didukung dengan bonus demografi Indonesia yang mencatatkan banyaknya penduduk usia muda sehingga setiap tahun mampu memasok tenaga kerja. "Ini adalah rahmat, tapi bisa jadi kendala kalau tidak bisa mengelola ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja," terangnya.

Dia menyebut, Indonesia berpeluang beranjak dari posisinya ke-16 besar dunia menjadi negara dengan perekonomian raksasa ke-7 pada 2030. Prediksi itu bukan hal yang mustahil bila Indonesia bisa mengelola perekonomian dengan baik dan berkelanjutan.

"Sekarang ini ada G7 Club, di antaranya Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Portugal, Spanyol. Mereka tetap kumpul, meskipun size ekonomi tidak lagi merefleksikan G7. Indonesia adalah negara berkembang yang diperhitungkan ke arah sana," kata Sri Mulyani.

Tentunya, dia bilang, pemerintah dan rakyat harus mampu mengelola perekonomian Indonesia dengan kebijakan yang tepat, maupun tata kelola perusahaan yang baik. Sebab, tambahnya, Indonesia sudah menjadi pemain besar untuk beberapa komoditas.

Sayang, Sri Mulyani mengaku, pengelolaannya belum optimal. Sebagai contoh, nilai ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) Indonesia mencapai US$ 17,5 miliar. Namun Indonesia dicap bukan sebagai produsen CPO, melainkan terkenal dari sisi kebakaran hutan.

Hal lainnya, Indonesia merupakan produsen minyak ke-27 terbesar di dunia, pemain gas nomor 4 di dunia, pemain batu bara nomor 2 di dunia, nikel nomor 9 dan emas peringkat 25 terbesar di dunia.

"Saya sudah datang ke banyak negara yang merupakan pemain komoditas nomor 1 dan 2 dunia, tapi ada yang salah urus jadi jelek ekonominya. Sumber daya alam kalau pengelolaannya tidak baik malah jadi malapetaka, dan tidak menguntungkan bagi rakyat. Jadi Indonesia harus gunakan potensi yang ada untuk memperkuat negara," sarannya.

Semua ini, kata Sri Mulyani, dapat terwujud apabila Indonesia memiliki sumber daya manusia yang terdidik dan terampil. Sektor keuangan pun harus diperdalam, sehingga tidak rawan terhadap kebijakan ekonomi di luar negeri.

"Kita masih punya tantangan kesenjangan, masalah pangan, energi dan air, perubahan iklim dan pembangunan infrastruktur untuk menciptakan lapangan kerja serta membangun industri," pungkas Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya