Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah masih mengkaji kebijakan cukai rokok di 2017. Kajian ini melibatkan seluruh pihak terkait, di antaranya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perindustrian, bersama asosiasi atau industri, akademisi, dan lainnya.
"‎Untuk cukai (rokok) masih dilakukan kajian antara BKF dengan berbagai pihak untuk melihat apa kebijakan cukai di tahun depan‎," ucapnya di Jakarta, seperti ditulis Jumat (9/9/2016).
Baca Juga
Menurut Sri Mulyani, pemerintah perlu membuat kebijakan tepat untuk cukai hasil tembakau. ‎Sambungnya, industri rokok selalu dikaitkan antara penciptaan lapangan kerja, isu kesehatan, dan pendapatan daerah yang kerap menimbulkan dilema.
Advertisement
Kebijakan lainnya, mengalokasikan anggaran yang salah satunya mengalir ke daerah-daerah ‎sentra produsen tembakau dan rokok, selain daerah lainnya, yakni melalui transfer ke daerah. Daerah ini dinilai telah menyerap banyak tenaga kerja dan berkontribusi terhadap pendapatan negara.
"Isu ini tidak baru, karena saat saya di Kemenkeu dibuat alokasi anggaran masing-masing daerah penghasil cukai rokok dan mulai berpikir diversifikasi bila industri ini dianggap akan sunset karena kontroversi kesehatannya supaya masyarakatnya tidak mengalami dislokasi. Itu sudah dipikirkan 10 tahun lalu, makanya ada transfer daerah," terang Sri Mulyani.
Anggota Komisi XI DPR, Anna Mu'awanah sebelumnya protes ke Sri Mulyani karena cukai rokok selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Sementara cukai minuman beralkohol kurang semasif rokok. Padahal rokok merupakan warisan bangsa yang harus tetap dilestarikan keberadaannya.
"Ini malah mau naik lagi cukai rokok, bisa-bisa industri rokok gulung tikar, petani tembakau susah. Kalau begini terus, makin banyak pengangguran," tegasnya.
‎Ia mengkritik gagalnya pemerintah menerapkan cukai minuman bersoda yang sudah ditetapkan di tahun ini. "Tapi info dari BKF bahwa Menteri Kesehatan membuat surat keberatan minuman bersoda dikenakan cukai sehingga tidak bisa diteruskan. Ini kok jadi antar personal ya," kata Anna dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Sementara itu, Anggota Komisi XI lain Indah Kurnia meminta kepada Sri Mulyani agar kebijakan cukai tidak melulu menyasar pada satu‎ industri saja tapi juga industri lain. Akibat kenaikan cukai, marak penyelundupan atau peredaran rokok ilegal ke Indonesia.
"‎Jadi harga rokok di Indonesia seolah-olah lebih murah dari Singapura. Padahal dilihat dari PDB per kapita, pendapatan per kapita masyarakat Indonesia US$ 3.000 dan Singapura US$ 6.000. Harga rokok di sini Rp 20 ribu, di Singapura Rp 100 ribu per bungkus, jadi sebenarnya harga rokok di Singapura lebih murah sehingga lebih mudah mendapatkannya," jelas Indah.