Sri Mulyani: Indonesia Berencana Impor Lebih Banyak dari AS

Sri Mulyani melanjutkan, Indonesia kena tarif 32% atas barang ekspor ke AS. Tetapi kemudian turun menjadi 10% sebagai bagian dari penangguhan 90 hari atas tarif yang dikenakan pada beberapa negara dan barang.

oleh Arthur Gideon Diperbarui 24 Apr 2025, 20:30 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2025, 20:30 WIB
November 2024, APBN KiTa Defisit 1,81 Persen
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa pendapatan Indonesia mengalami tekanan yang luar biasa besar sampai Juli-Agustus. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan tarif impor yang dijalankan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mendorong sejumlah negara untuk mencari cara untuk meningkatkan neraca perdagangan mereka dengan AS dan menegosiasikan besarnya bea yang dikenakan pada impor mereka. Indonesia salah satunya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Mulyani Indrawati mengatakan, saat ini Indonesia berusaha untuk mempersempit atau bahkan menghilangkan surplus perdagangan dengan AS. Hal ini diungkap di sela-sela Pertemuan IMF-Bank Dunia.

Sri Mulyani melanjutkan, Indonesia kena tarif 32% atas barang ekspor ke AS. Tetapi kemudian turun menjadi 10% sebagai bagian dari penangguhan 90 hari atas tarif yang dikenakan pada beberapa negara dan barang.

Sri Mulyani mencatat bahwa Indonesia dianggap mencegah perdagangan melalui "hambatan non-tarif" seperti proses administratifnya, proses bea cukai atas barang impor, dan prosedur perpajakan.

Indonesia sekarang berupaya untuk mengimpor lebih banyak produk pertanian seperti gandum, kedelai, dan jagung dari AS.

“Kita mengimpor tidak hanya dari Amerika Serikat tetapi juga banyak negara lain. Kita selalu dapat berdiskusi tentang bagaimana kita dapat mempersempit dan menempatkan Amerika Serikat pada posisi yang lebih menguntungkan dalam menyediakan jenis produk pertanian tersebut,” , katanya dikutip dari CNBC, Kamis (24/4/2025).

Indonesia berpotensi juga mengimpor minyak dan gas - terutama gas cair dari AS - karena produksi dalam negerinya tidak mencukupi untuk kebutuhan energinya.

Seperti diketahui, surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai USD 4,3 miliar antara Januari hingga Maret 2025, naik dari USD 3,61 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.

AS tersebut merupakan kontributor terbesar terhadap surplus perdagangan negara Asia Tenggara secara keseluruhan sebesar USD 10,92 miliar pada kuartal I 2025.

Namun, Sri Mulyani mencatat bahwa perdagangan ke AS menyumbang kurang dari 2% dari produk domestik bruto negara tersebut.

“Jadi, sebenarnya tidak sebesar itu, mengingat total ekspor menyumbang 20% ​​dari PDB Indonesia," tambahnya.

Sri Mulyani Masih Pede Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tembus 5%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025)... Selengkapnya

Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tembus 5 persen pada 2025 ini. Meski proyeksi pertumbuhan ekonomi global sedang dilanda ketidakpastian.

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan tetap akan mencapai sekitar 5 persen," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).

Dia turut menjelaskan sejumlah faktor yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Diantaranya, konsumsi rumah tangga yang didukung oleh belanja pemerintah, terutama dalam bentuk pembayaran tunjangan hari raya (THR).

Kemudian, belanja sosial dan berbagai insentif lain yang diberikan menjelang atau pada bulan pertama hingga bulan ketiga tahun 2025 dan menjelang Idul Fitri 1445 hijriyah.

Selain itu keberlanjutan dari proyek-proyek strategis nasional di berbagai wilayah dan meningkatnya konstruksi properti swasta diperkirakan meningkatkan kinerja investasi. Berikutnya, investasi swasta dipandang masih baik didukung oleh keyakinan produsen yang terlihat pada aktivitas manufaktur Indonesia yang masih pada zona ekspansif.

"Investasi khususnya non-bangunan tetap menopang pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari meningkatnya import barang modal terutama import alat-alat berat," tuturnya.

Selanjutnya, kinerja ekspor diperkirakan juga tetap baik didukung oleh ekspor non-migas yang meningkat pada Maret 2025. Terutama komoditas CPO, besi dan baja serta mesin dan peralatan elektrik.

"Pemerintah juga aktif menjajaki potensi perluasan ekspor produk-produk unggulan di pasar ASEAN plus 3, BRICS dan di Eropa di tengah kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat," terang dia.

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta Turun 5,6 Persen Akibat Covid-19
Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)... Selengkapnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun tahun ini. Namun, penurunannya tidak lebih besar dibandingkan dengan negara Vietnam, Thailand, hingga Meksiko.

Dia mengacu pada proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dirilis IMF dalam World Economic Outlook (WEO) pada April 2025 ini. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan China.

Dia mengungkapkan, ekonomi Indonesia diproyeksi hanya tumbuh 4,7 persen pada 2025 ini. Angka itu lebih rendah 0,4 persen dari prediksi sebelumnya atau sebesar 5,1 persen.

"Indonesia juga mengalami koreksi dari outlook pertumbuhan menurut IMF di tahun 2025 ini menjadi 4,7 persen, artinya (ada) koreksi sebesar 0,4 percentage point," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).

Lebih Baik dari Vietnam-Meksiko

Dia menuturkan, IMF juga mencatat penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara lain. Diantaranya, Thailand yang terkoreksi 1,2 persen, Filipina 0,6 persen, Vietnam 0,9 persen, dan Meksiko 1,7 persen.

Bendahara Negara itu menyimpulkan kalau penurunan yang dialami Indonesia jauh lebih kecil dari negara-negara tersebut. Mengingat lagi, Thailand, Vietnam, hingga Meksiko punya porsi perdagangan lebih besar terhadap Amerika Serikat.

"Koreksi ini (pertumbuhan ekonomi Indonesia), lebih rendah dibandingkan koreksi terhadap negara-negara yang tadi telah saya sampaikan dimana eksposur dari perdagangan eksternal mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap Amerika Serikat juga lebih besar," tuturnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya