IMF Ramal Ekonomi Indonesia Terjerembab, Sri Mulyani: Lebih Baik dari Vietnam-Meksiko

Menurut Sri Mulyani, IMF mencatat penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara lain. Diantaranya, Thailand yang terkoreksi 1,2 persen, Filipina 0,6 persen, Vietnam 0,9 persen, dan Meksiko 1,7 persen.

oleh Arief Rahman H Diperbarui 24 Apr 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 24 Apr 2025, 14:30 WIB
Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025
Investasi, khususnya non-bangunan, tetap menopang pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun tahun ini. Namun, penurunannya tidak lebih besar dibandingkan dengan negara Vietnam, Thailand, hingga Meksiko.

Dia mengacu pada proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dirilis IMF dalam World Economic Outlook (WEO) pada April 2025 ini. Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini disebabkan oleh memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan China.

Dia mengungkapkan, ekonomi Indonesia diproyeksi hanya tumbuh 4,7 persen pada 2025 ini. Angka itu lebih rendah 0,4 persen dari prediksi sebelumnya atau sebesar 5,1 persen.

"Indonesia juga mengalami koreksi dari outlook pertumbuhan menurut IMF di tahun 2025 ini menjadi 4,7 persen, artinya (ada) koreksi sebesar 0,4 percentage point," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).

Dia menuturkan, IMF juga mencatat penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada beberapa negara lain. Diantaranya, Thailand yang terkoreksi 1,2 persen, Filipina 0,6 persen, Vietnam 0,9 persen, dan Meksiko 1,7 persen.

Bendahara Negara itu menyimpulkan kalau penurunan yang dialami Indonesia jauh lebih kecil dari negara-negara tersebut. Mengingat lagi, Thailand, Vietnam, hingga Meksiko punya porsi perdagangan lebih besar terhadap Amerika Serikat.

"Koreksi ini (pertumbuhan ekonomi Indonesia), lebih rendah dibandingkan koreksi terhadap negara-negara yang tadi telah saya sampaikan dimana eksposur dari perdagangan eksternal mereka lebih besar dan dampak atau hubungan dari perekonomian mereka terhadap Amerika Serikat juga lebih besar," tuturnya.

 

Dipicu Perang Tarif AS-China

Bank Indonesia Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025a
Hal ini tercermin dari perilaku konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh positif dengan dukungan keyakinan pelaku ekonomi dan kondisi penghasilan yang cukup stabil. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Sri Mulyani menjelaskan, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global ke angka 2,8 persen di 2025 dan 3 persen pada 2026. Angka itu turun 0,5 persen untuk 2025 dan 0,3 persen untuk 2026 pada proyeksi sebelumnya.

Penyebabnya adalah perang tarif atas kebijakan pemerintah Amerika Serikat. Kenaikan tarif impor ke AS memicu retaliasi dari negara mitra dagangnya, termasuk China yang melakukan balasan.

"Penurunan (proyeksi pertumbuhan ekonomi) ini dipicu oleh dampak langsung dari eskalasi perang tarif. Jadi kenaikan tarif Amerika Serikat yang menimbulkan retaliasi atau penurunan aktivitas perdagangan antar negara dan itu merupakan dampak langsung," kata dia.

"Namun, kebijakan dari pengenaan tarif oleh Amerika Serikat yang disebut resiprokal juga menimbulkan dampak tidak langsung, yaitu dalam bentuk disrupsi rantai pasok, ketidakpastian di dalam perdagangan dan investasi, dan memburuknya sentimen dari pelaku usaha terhadap prospek ekonomi," sambung Sri Mulyani.

 

Investor Tarik Dana dari Negara Berkembang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI: Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional, di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4/2025)... Selengkapnya

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai mewaspadai dampak dari memanasnya perang dagang terhadap ekonomi global. Dia melihat ada kecenderungan peralihan investor terhadap aset-aset yang lebih aman.

Dia mengatakan, ketidakpastian ekonomi global mendorong pengalihan modal dari Amerika Serikat ke aset yang lebih aman. Seperti aset keuangan di Eropa, Jepang, dan komoditas emas.

"Aliran modal dunia mengalami pergeseran dari Amerika Serikat ke negara dan aset yang dianggap aman atau safe heaven assets. Terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang serta ke komoditas emas," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).

Tak cuma itu, investor juga dikatakan mulai menarik dana dari negara-negara berkembang. Langkah itu memicu pelemahan mata uang di berbagai negara tersebut.

"Sementara itu aliran keluar terjadi dari modal dari negara-negara berkembang yang berlanjut sehingga menimbulkan tekanan tehadap pelemahan mata uang di berbagai negara berkembang," terangnya.

 

Ketidakpastian Ekonomi Global

Bendahara Negara ini mengatakan kebijakan pengenaan tarif impor tinggi ke Amerika Serikat memicu ketidakpastian ekonomi global. Alhasil, pelaku usaha memilih untuk menghindari risiko lebih lanjut.

"Ketidakpastian tersebut telah mendorong perilaku risk avoidance atau penghindaran risiko dari para pelaku usaha termasuk pemilik modal serta menyebabkan penurunan dari yield US Treasury dan pelemahan indeks mata uang dolar Amerika Serikat," kata Sri Mulyani.

Dia menjelaskan, hal ini terjadi di tengah peningkatan ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral AS atau Fed Fund Rate.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya