Mau Capai Kedaulatan Energi, Ini Pesan Arcandra Tahar

Menurut mantan Menteri ESDM, Arcandra Tahar, tak mudah untuk membangun kedaulatan energi.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 09 Sep 2016, 10:15 WIB
Diterbitkan 09 Sep 2016, 10:15 WIB
20160816-Arcandra-Tahar-FF
Arcandra Tahar (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan bahwa tak mudah untuk membangun kedaulatan energi. Salah satu langkahnya adalah dengan menjadikan perusahaan minyak nasional‎ sebagai prioritas untuk menguasai energi nasional.

Candra mengatakan, perusahaan minyak nasional atau National Oil Company (NOC) merupakan tempat pemerintah dan rakyat mengadu jika terjadi krisis energi, karena NOC mewakili kepentingan untuk berdaulat secara energi.

"Kedaulatan energi kepada siapa kita mengadu kalau terjadi krisis?‎ Kita mengadu secara formal kepada NOC," kata Candra, seperti yang dikutip di Jakarta, Jumat (9/9/2016).

Candra melanjutkan, di negara lain perusahaan minyak nasional mayoritas menguasai produksi minyak dalam ‎negerinya, seperti Saudi Aramco di atas 60 persen, Petrona sekitar 60 persen. Akan tetapi, Indonesia yang diwakili Pertamina hanya menguasai 20-an persen. Kondisi tersebut belum menunjukkan Indonesia berdaulat secara energi.

"Lihat NOC negara lain di atas 80 persen diproduksi NOC. Negara tetangga kita 60-an persen, sementara Pertamina 20-an persen. Bagaimana berdaulat NOC, kita hanya mampu produksi 20-an persen?" ungkap Candra.

Karena itu untuk mencapai ke‎daulatan energi, menurut Candra perusahaan minyak nasional yang menjadi tulang punggung penyediaan energi harus mendapat perlakuan khusus untuk menguasai sumber energi nasional.

"Sekarang kita berkesepahaman NOC kita harus diperkuat, kalau tidak rasanya susah. kita mau berdaulat energi kedaulatan energi harus diserahkan ke nasional," tutur Candra.

Meski begitu, kata Candra, peran‎ perusahaan minyak asing masih dibutuhkan karena dalam kegiatan bisnis pada sektor minyak dan gas membutuhkan modal yang besar serta risiko yang juga besar. Oleh karena itu, menurutnya, perlu adanya kerja sama.

‎"Kita harus menjamin investasi dalam koridor hukum perundangan lewat kerja sama menguntungkan. Company besar yang punya resources bisnis proses capital, tetap butuh yang lain untuk berbagi risiko. Inilah oil business," ucap Candra.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya