Mengintip Perkembangan Ekosistem Kendaraan Listrik di Indonesia

Percepatan transisi energi melalui program elektrifikasi adalah kunci untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan energi nasional

oleh Septian Deny Diperbarui 16 Feb 2025, 21:31 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2025, 21:31 WIB
Nataru 2024/2025, Konsumsi Listrik Kendaraan EV di SPKLU Meningkat 500 Persen
Percepatan transisi energi melalui program elektrifikasi adalah kunci untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan energi nasional. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori mengatakan percepatan transisi energi melalui program elektrifikasi adalah kunci untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan energi nasional. Menurut Defiyan, salah satu momentum penting dalam upaya ini tercermin dari dibukanya Indonesia International Motor Show (IIMS) 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 13 Februari.

"Pameran ini sangat tepat bagi pemerintah untuk terus mendorong proses transisi energi, mengingat perlunya swasembada dan kedaulatan energi dalam menghadapi dinamika global," ujar Defiyan dikutip Minggu (16/2/2025).

IIMS 2025, yang menampilkan sekitar 60 merek otomotif—dengan lebih dari 34 merek mobil dan 25 merek sepeda motor—tidak hanya menjadi ajang pamer inovasi, namun juga menjadi sarana strategis bagi produsen, khususnya di sektor kendaraan listrik (EV), untuk menembus pasar domestik. Pameran ini sejalan dengan agenda pemerintah dalam mengalihkan ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar minyak menuju solusi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Dalam mendukung ekosistem kendaraan listrik yang semakin kuat, pembangunan infrastruktur juga telah mengalami lonjakan yang signifikan. Pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) melonjak 300%, dari sekitar 1.000 unit pada 2023 menjadi lebih dari 3.000 unit pada 2024.

Sementara itu, fasilitas Home Charging Services (HCS) tumbuh lebih dari 300%, pada 2023 sejumlah 9.000 unit menjadi 28.000 unit pada 2024.

Selain jumlah infrastruktur, peningkatan konsumsi listrik kendaraan listrik juga tumbuh signifikan. Tercatat jumlah transaksi di SPKLU melonjak dari 119.600 menjadi 402.509 atau naik 337% transaksi. Sedangkan, untuk konsumsi listrik dari penggunaan SPKLU meroket, dari 2,4 juta kilowatt hour (kWh) pada 2023, menjadi 9,1 juta kWh di 2024, mengalami peningkatan sebesar 370%. Sementara untuk HCS, terjadi kenaikan sebesar 403% lebih, dari 2,9 juta kWh di 2023, menjadi 11,8 juta kWh di 2024.

 

 

Peningkatan Transaksi dan Konsumsi Listrik

Konsep Mobil Listrik 7 Penumpang Hyundai Pamer Diri di IIMS 2024 (Arief A/Liputan6.com)
Konsep Mobil Listrik 7 Penumpang Hyundai Pamer Diri di IIMS 2024 (Arief A/Liputan6.com)... Selengkapnya

Peningkatan transaksi dan konsumsi listrik di SPKLU, serta HCS menandakan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia bertumbuh secara massif, menjadi penguat komitmen pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik, sebagai upaya mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau bahkan lebih cepat.

Sementara itu, dari sudut pandang konstitusional, Defiyan menekankan bahwa dukungan kebijakan insentif yang lebih luas sangat diperlukan untuk mendongkrak percepatan transisi energi.

"Insentif tambahan, baik berupa keringanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun kemudahan investasi dalam pembangunan pabrik kendaraan listrik di pelosok tanah air, harus diperluas agar ekosistem industri kendaraan listrik nasional terus berkembang," kata Defiyan.

Dengan sinergi antara kebijakan pemerintah dan industri otomotif tanah air, serta didukung oleh mekanisme pengawasan yang ketat, transisi menuju energi bersih diharapkan tidak hanya akan memperkuat kedaulatan energi nasional, tetapi juga membuka lebih banyak lapangan kerja dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang inklusif di seluruh Indonesia.

Ada di Indonesia Sejak 1971, Intip Jurus Toyota Tekan Emisi Karbon

Ekspor kendaraan elektrifikasi Toyota Indonesia
Ekspor kendaraan elektrifikasi Toyota Indonesia. (Dok. Toyota)... Selengkapnya

Sebelumnya, Toyota Indonesia sudah berada di Indonesia sejak 1971, hampir mencapai usia 54 tahun di tahun 2025. Sebagai produsen mobil, perusahaan ini juga menghasilkan emisi. Menyadari hal tersebut, Toyota Indonesia mulai melakukan langkah dekarbonisasi. Ini sejalan dengan target pemerintah mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.

Toyota sendiri telah merespon target ini dengan membuat sasaran menuju netralitas karbon pada 2050, di seluruh lini bisnis.

"Tentunya dari produk-produk kami. Kita tidak hanya mau ngomong listrik saja, tapi kita Multi Pathway. Kita mobil ICE-nya yang kita efisienkan. Kemudian kita punya mobil hybrid, ada lagi plug-in hybrid, ada lagi mobil fuel cell, salah satunya Toyota Mirai," ungkap Manufacturing and Production Engineering Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Arif Mustofa dikutip Minggu (16/2/2025).

Selain produk, rantai pasok Toyota Indonesia yang melibatkan lebih dari 200 supplier juga mulai secara perlahan menerapkan pengurangan karbon.

Selanjutnya, proses manufakturing Toyota juga sudah menerapkan konsep green manufacturing. Pada tahun 2015, Toyota Global membuat Toyota Environmental Challenge yang berisi komitmen terhadap zero carbon emission dengan memproduksi green product, green supply chains, operation dan green factory.

Kemudian, Toyota juga menciptakan net positive environmental impact dengan optimalisasi penggunaan air, pengurangan limbah dan sustainable business yang selaras dengan alam.

"Secara operasional manufakturing, kami sudah bergabung dalam green industry dari tahun 2019 dan Alhamdulillah di tahun 2021 kami telah mencapai green industry level 5. Jadi katanya level 5 itu level tertinggi. Tapi kita tidak berhenti disitu, saat ini kami terus melanjutkan milestone kami menuju carbon neutral manufaktur dengan menerapkan pabrik yang rendah emisi," jelas Arif.

 

 

Proses Manufaktur

20151117-Mengintip Proses Perakitan All New Kijang Innova di Pabrik Toyota TMMIN-Karawang
Foto yang diambil pada 16 November 2015 menunjukan aktivitas perakitan mobil All News Kijang Innova di Pabrik TMMIN Karawang. Mobil baru tersebut akan memberi warna baru pada perkembangan pasar MPV dalam negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Pada proses manufaktur tersebut, Toyota menerapkan high efficiency proses, memakai low carbon teknologi dan yang terakhir adalah strategi bagaimana menggunakan renewable energy.

"Untuk memastikan ekosistem rendah emisi CO2, kami berkolaborasi dengan seluruh supplier, logistik partner dan dealers dalam seluruh rantai bisnis kami. Mulai dari proses pembuatan mobil, kemudian transportasinya, bahkan hingga setelah mobil itu selesai dipakai customer. Kita juga pikirkan bagaimana tidak mencemari lingkungan. Makanya kita ada program yang namanya 3R, yaitu Reduce, Reuse dan Recycle," imbuhnya.

Ekosistem manufacturing dalam pembuatan kendaraan dan engine Toyota dimulai dengan supply energy terbarukan melalui solar panel.

"Jadi kita sampai sekarang sudah memasang di atap-atap pabrik kita solar panel, terutama di area Karawang 1, 2 dan 3, sehingga kalau kita total itu kira-kira sudah sampai 8,11 megawatt," ucap Arif.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya