Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan, kunjungan pemerintah Indonesia ke Iran akan membahas mengenai impor gas untuk kebutuhan industri. Pemerintah akan bernegosiasi supaya harga impor gas dari Iran bisa jauh lebih murah.
Dia mengatakan, para Menteri menindaklanjuti kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Iran pada Desember lalu menyangkut berbagai proyek kerja sama.
"Ada hal-hal yang dibicarakan, Pertamina kan punya proyek di sana. Ada kerja sama PLN dengan industri di sana, kita mau membicarakan impor gas," ujar Darmin di kantornya, Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Advertisement
Lebih jauh dijelaskan Darmin, pemerintah Indonesia dan Iran akan menghitung kesepakatan impor gas supaya mendapatkan harga murah. "Kita mau hitung-hitungan berapa harganya. Kalau nanti main (oke) saja, kalau nanti mahal bagaimana," ucapnya.
Baca Juga
Rata-rata harga gas di kawasan Timur Tengah, termasuk Iran sebesar US$ 3-US$ 3,5 per MMBTU. "Harganya memang segitu, tapi kalau di bawa ke sini jadi berapa. Nah itu kenapa kita harus datang ke sana, dan mari kita hitung," paparnya.
Darmin berharap, harga gas yang diimpor dari Iran ke Indonesia di bawah US$ 6 per MMBTU. "Kita inginnya di bawah itu (US$ 6 per MMBTU). Dan kita belum bisa jawab untuk industri mana gas itu," dia menjelaskan.
Sebelumnya, Senior Vice President Gas and Power Gas Directorate Pertamina‎ ‎Djohardi Angga Kusumah mengatakan bahwa Indonesia akan kekurangan pasokan gas bumi dari dalam negeri mulai 2019. Itu karena belum ada sumber gas baru dari sumur gas yang ada di Indonesia.
Saat ini konsumsi gas Indonesia sebesar 3.000-3.500 mmscfd. Konsumsi tersebut akan meningkat 4 sampai 5 persen per tahun. "Konsumsi dalam negeri mungkin sekitar 3.000-3500 tapi itu terus tumbuh sekitar 4-5 persen per tahun," kata Djohardi.
Konsumsi terus meningkat, sedangkan sumur gas yang sudah berproduksi terus menurun. Di sisi lain sumber pasokan dari sumur gas baru belum berproduksi. Hal ini membuat Indonesia kekurangan pasokan gas dari dalam negeri. "Kekurangan mulai terjadi 2019. Itu karena ‎penurunan alamiah. Sementara yang baru belum mulai, seperti Natuna," ujar dia.
Djohardi melanjutkan, untuk mengatasi kekurangan pasokan gas, maka kebutuhan gas harus dipenuhi dengan impor. Jadi, impor gas bukan hanya untuk mencari harga yang murah,tetapi untuk memenuhi kebutuhan atas konsumsi yang meningkat. (Fik/Gdn)