APBN Sudah Tembus Rp 2.080 Triliun, tapi Belum Nendang

Perlu ada sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengintegrasikan APBN dengan APBD untuk membangun perekonomian Indonesia.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 04 Apr 2017, 11:37 WIB
Diterbitkan 04 Apr 2017, 11:37 WIB
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo mengungkapkan, porsi APBN Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Mardiasmo mengungkapkan, porsi APBN Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah mematok pendapatan negara sebesar Rp 1750,2 triliun dengan belanja negara Rp 2.080,4 triliun. Dengan kemampuan fiskal tersebut, diharapkan tujuan negara mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan dan kemiskinan, serta pemerataan pembangunan dapat terwujud.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengungkapkan, porsi APBN Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun. Tahun ini fiskal Indonesia sudah menembus Rp 2.080 triliun dan berpotensi naik menjadi Rp 2.200 triliun pada tahun depan.

"Kalau melihat Indonesia sekarang ini mestinya sudah banyak yang bagus. Tapi selama 71 tahun kita merdeka, masih ada ganjalan, padahal APBN sudah mencapai Rp 2.080 triliun di 2017 dan bakal naik Rp 2.200 triliun di 2018," ujarnya saat bedah buku INDEF di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (4/4/2017).

Sementara transfer ke daerah di 2017, ujar Mardiasmo, ditetapkan Rp 765 triliun. Nilai ini sudah lebih dari dua kali lipat dari besaran transfer ke daerah di tahun-tahun sebelumnya sekitar Rp 300 triliun. Ke depan, targetnya mencapai lebih dari Rp 900 triliun.

"Tapi dari jumlah anggaran yang dialokasikan tadi tidak nendang, tidak ada inline. Masyarakat miskin tetap saja gigit jari. Jadi bagaimana kita harus memperbaiki itu, harus didiskusikan apakah ada yang salah atau yang kurang pada alokasi anggaran ini," ucap Mardiasmo.

Dirinya mengaku, meski pemerintah sudah menggelontorkan ribuan triliun APBN, indeks kesenjangan atau ketimpangan di Indonesia belum turun secara signifikan. Dari sebelumnya di level 0,40, hanya turun tipis menjadi 0,39.

"Jadi kita perlu merealisasikan kebijakan ekonomi berkeadilan, meliputi reformasi agraria. Memperluas akses terhadap pasar modal, dan upaya lainnya untuk menurunkan gini ratio tersebut," dia mengatakan.

Lebih jauh Mardiasmo menuturkan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus membenahi anggaran sesuai tepat sasaran guna mengembalikan kredibilitas APBN. Sebagai contoh, efisiensi mengurangi anggaran rapat, perjalanan dinas, kecuali belanja pegawai.

"Semua kita kembalikan ke belanja infrastruktur yang bisa memberikan hasil besar. Kita sudah saatnya mengakselerasi agar apa yang direncanakan bisa terimplementasi," ujarnya.

Dalam hal ini, ucap dia, perlu ada sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengintegrasikan APBN dengan APBD untuk membangun perekonomian Indonesia. Kerja sama juga antar otoritas fiskal dan moneter.

"APBN harus menjadi instrumen untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, dan mewujudkan pemerataan pembangunan," Mardiasmo mengatakan. (Fik/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya